Kamis, 18 Februari 2010

Kepulauan Riau

Batam
Tanjung Balai Karimun
Tanjung Pinang


Kepulauan Riau merupakan salah satu propinsi di Pulau Sumatera dari pemekaran Propinsi Riau. Secara keseluruhan Kepulauan Riau meliputi 4 Kabupaten dan 2 Kota, serta 47 Kecamatan dengan 2.408 pulau besar dan kecil dan 30 persen diantaranya belum berpenghuni. Luas wilayahnya 252.601 Km2, berpenduduk 1.273.011 orang, dan 95 persen wilayahnya berupa lautan.

Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) sejak tahun 2006 secara ekonomi dan pemerintahan mandiri, tidak ada campur tangan dari Propinsi Riau yang menjadi induk sebelum terbentuk. Selama tahun 2006, perekonomian tumbuh 6,78 persen, berarti meningkat dibanding tahun 2005 yang hanya 6,57 persen.

Sementara, kondisi ekonomi tahun 2007 mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonominya mencapai 12,09 persen, jauh melebihi pertumbuhan ekonomi sebelumnya yang hanya 6,78 persen. Membaiknya indikator ekonomi regional dihasilkan dari pergerakan Indeks Harga Konsumen stabil, terbukanya kesempatan kerja, penurunan tingkat kemiskinan, dan realisasi investasi asing dan domestik di wilayah Kepri.

Selain itu, optimisme investor terhadap penetapan pulau Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) ditandai dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) bulan Agustus 2007 antara 22 perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan kepala daerah BBK. Dari 22 PMA itu, total investasi yang mengalir ke BBK mencapai 1,9 US$ miliar atau lebih dari Rp 17,5 triliun, dengan jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 50.566 orang.

Secara sektoral, pertumbuhan besar diperkirakan terjadi pada sektor pertanian khususnya sub-sektor perikanan dan perkebunan, sektor industri pengolahan, bangunan dan jasa-jasa. Sub-sektor komunikasi, hotel dan restoran ikut meningkat dari pergerakan positif sektor dominan itu. Dari sisi permintaan, pertumbuhan diperkirakan didorong oleh realisasi investasi dan meningkatnya konsumsi swasta. Meski mengalami tekanan akibat kenaikan harga minyak dunia hingga Juli 2008, optimisme momentum FTZ dan perkembangan positif kondisi ekonomi regional diharapkan mampu menahan laju inflasi sehingga inflasi tahun 2008 diperkirakan stabil.

Melihat PDRB yang ada, sektor ekonomi yang dominan adalah sektor Industri pengolahan, Perdagangan, dan Pertanian. Hasil pertanian yang menonjol adalah subsektor perikanan laut dan budidaya yang mencapai 216.574, 25 ton dengan nilai lebih dari Rp 97,31 milyar, terdiri dari hasil budidaya ikan laut Rp 91,79 milyar, ikan air tawar Rp 4.71 milyar, dan ikan air payau 733,35 juta. Daerah potensial untuk budidaya dan tangkapan ikan laut adalah pulau Karimun, Natuna dan Batam.

Sementara ekspor Kepri tahun 2006 mencapai US$ 6.073.097.295 dengan jumlah komoditas sekitar 23.557.879 ton, meliputi Logam tidak mulia 35,55 persen, barang elektronik 33,56 persen, dan hasil industri lain mencapai sekitar 21,89 persen. Dilihat dari pelabuan bongkar muat di Kepri, Kota Batam dengan tujuh pelabuhan mampu mengekspor barang US$ 5.243.041.658 dengan volume sebesar 1.458.172.966 ton atau 86,33 persen. Kemudian Kabupaten Bintan dengan dua pelabuhan mampu mengekspor barang senilai US$ 570.786.312 dengan volume 6.138.093.357 ton atau 9,40 persen. Dari Kabupaten Bintan dan Kota Batam ini, sektor Perdagangan dan Sektor Industri menjadi daerah andalan bagi Propinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Hasil pertanian di Kepri antara lain berupa tanaman padi 375,40 ton, jagung 714,04 ton, ubi kayu 5.984,7 ton, dan sayuran terutama sawi, kacang panjang, bayam, kangkung, dan ketimun yang rata-rata mencapai lebih Dari 4.000 ton. Hasil buah-buahan terutama nanas, durian, pisang dan rambutan yang rata-rata mencapai lebih dari 5.000 ton. Semua hasil tanaman pangan itu, merata di enam kabupaten-kota di Kepri seperti Karimun, Bintan, Natuna, Lingga, Batam, dan Tanjungpinang.

Sementara hasil perkebunan yang menonjol adalah karet mencapai 24.047 ton, kelapa 5.763 ton terkonsentrasi di Natuna dan Lingga. Sedangkan populasi ternak yang menonjol adalah Sapi 7.204 ekor, Kambing 20.238 ekor, Babi 6.595 ekor, Ayam Kampung 479.736 ekor, Ayam Petelur 431.911 ekor, dan Ayam Pedaging 6.284.676 ekor. Semua itu terkonsentrasi di Kabupaten Bintan, Karimun, Natuna, Tanjungpinang, dan Kota Batam.

Sedangkan aktivitas sektor industri pengolahan paling dominan adalah industri barang elektronik, barang logam, industri kimia, minyak, batu bara, bouksit dan industri tekstil (kain tenun). Total jumlah industri di Propinsi Kepri berjumlah 4.744 unit industri yang terpusat di Kota Batam dan Kabupaten Karimun.

Selain itu, meningkatnya aktivitas perdagangan dan pariwisata menyambut berlakunya kawasan free Trade Zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun, serta ditetapkannya Batam sebagai kota Meetings, Incentive, Convention & Exhebition (MICE) membuat daerah ini semakin marak dan berkembang. Pertumbuhan sektor jasa-jasa sebagian besar dihasilkan dari penerimaan pemerintah daerah, terkait retribusi yang meningkat secara signifikan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran meningkat 18,10 persen, dihasilkan dari sub sektor perdagangan besar. Aktivitas itu memberi kontribusi yang signifikan terhadap sektor angkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 15,32 persen.

Meningkatnya aktivitas perekonomian menjelang Free Trade Zone yang didukung stabilitas politik dan keamanan memberi peluang besar terhadap bangkitnya investasi asing dan domestik di Kepri, terutama industri properti dan galangan kapal. Pertumbuhan industri itu ikut menstimulus pertumbuhan perdagangan.

Sementara pengembangan pariwisata yang spesifik dan prospektif dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Kepulauan Riau memiliki peluang besar dalam pariwisata, baik untuk wisatawan domestik maupun manca negara, seperti dari Singapura, Malysia, Thaliand, China, Jepang, Amerika Serikat dan dari Timur Tengah. Jumlah kunjungan wisatawan manca negara yang melalui pintu Kota Batam mencapai lebih dari 1,5 juta orang setahun, termasuk wisata bahari.

Dengan melihat peta ekonomi di atas, untuk klaster daerah ini perdagangan industri dan perikanan laut harus dikembangkan lebih optimal ke depan. Selain itu, wisata bahari juga memiliki prospek baik, jika dikelola secara profensional dengan meningkatkan prasarana kebutuhan wisata, seperti hotel dan restoran hingga menarik wisatawan wisatawan manca negara. Semua itu akan dapat menambah pendapatan daerah.


Nama Daerah :     Kepulauan Riau
Ibu Kota :     Tanjung Pinang
Status :    Provinsi
Luas :     251.810 km2
Jumlah Kabupaten :    4 Kabupaten 
Jumlah Kota :    2 Kota 
Jumlah Kecamatan :    43 Kecamatan
Penduduk Laki-Laki :   636.078 jiwa
Penduduk Perempuan :   636.933 jiwa
Jumlah Penduduk :   1.273.011 jiwa


Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/propinsi/prop/Kepulauan+Riau

Sumber Gambar:
http://batamcyber.files.wordpress.com/2009/05/sky-view-nagoya-batam1.jpg
http://afadillah.files.wordpress.com/2007/06/p8130011.jpg

Profil Kepulauan Riau


Provinsi Kepulauan Riau memiliki letak geografis yang sangat strategis karena berada pada pintu masuk Selat Malaka dari sebelah Timur juga berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik yakni Singapura. Disamping itu Provinsi ini juga berbatasan langsung dengan Malaysia. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam, Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kabupaten dan 2 kota dengan Tanjung Pinang sebagai ibukota provinsi.

Kepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh, perkebunan kelapa, perkebunan karet, perkebunan lada, perkebunan sagu, dan perkebunan gambir.

Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.

Provinsi Kepulauan Riau memiliki letak geografis yang sangat strategis karena berada pada pintu masuk Selat Malaka dari sebelah Timur juga berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik yakni Singapura. Disamping itu Provinsi ini juga berbatasan langsung dengan Malaysia. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam, Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kabupaten dan 2 kota dengan Tanjung Pinang sebagai ibukota provinsi.

Kepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh, perkebunan kelapa, perkebunan karet, perkebunan lada, perkebunan sagu, dan perkebunan gambir.

Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.

Perikanan tangkap, termasuk pengembangan budidaya perikanan yang meliputi usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok di provinsi ini. Di Kabupaten Bintan, Karimun dan Natuna terdapat budidaya ikan yang bernilai ekonomis seperti ikan kerapu, napoleon dan kakap. Potensi budidaya ikan air tawar dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna.

Wilayah Kepulauan Riau memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena sebagian dan kabupaten memiliki potensi hasil tambang seperti bauksit dan timah, sementara di bawah laut terdapat minyak dan gas. Cadangan minyak bumi mencapai 298,81 million meter barrel oil (MMBO), sementara cadangan gas alam sebanyak 55,3 triliun square cubic feet (TSCF) terdapat di Kabupaten Natuna. Timah dengan jumlah cadangan, mencapai 11.360.500 m3 terdapat di Pulau Karimun. Bauksit dengan total cadangan 15.880,000 ton terdapat di Pulau Bintan dan Tanjong Pinang. Granit dengan total cadangan mencapai 858.384.000 m3 terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Bintan. Sementara pasir darat dengan total cadangan mencapai 39.826.400 ton terdapat di Putau Karimun dan Pulau Bintan.

Industri manufaktur yang berskala kecil sampai sedang dan industri besar, terutama industri perkapalan, agroindustri dan perikanan. Saat ini industri yang paling banyak di Kepulauan Riau adalah industri elektronik seperti PCB, komponen komputer, peralatan audio dan video dan bagian otomotif. Industri ringan lainnya seperti industri barang-barang, garmen, mainan anak anak, peralatan rumah tangga. Industri lainnya fabrikasi baja, penguliran pipa, peralatan eksplorasi minyak, pra-fabrikasi minyak, jacket lepas pantai dan alat berat terdapat di Bintan, Batam dan Karimun.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata mancanegara kedua setelah Pulau Bali. Objek wisata di Provinsi Kepulauan Riau antara lain wisata pantai yang terletak di berbagai Kabupaten dan Kota. Pantai Melur dan Pantai Nongsa di Kota Batam, Pantai Belawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di Kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling. Selain wisata pantai dan bahari, Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau penyengat sebagai pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat mesjid bersejarah dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.

Sebagai tujuan investasi, provinsi ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang diantaranya kawasan industri Batamindo Industrial Park, Bintang Industrial Park, Hijrah Industrial Estate yang terletak di Batam, Kep. Riau, Bandar Udara Sel Bati Karimun, Bandar Udara Dabo Singkep, Bandar Udara Matak dan Bandara Udara Kijang (Raja Haji Fisabillah) serta memiliki Pelabuhan Sri Bintan Pura Luar Negeri, Pelabuhan Sri Payung Batu 6, Pelabuhan Ferry Internasional Sekupang , Pelabuhan Internasional Harbour Bay, Pelabuhan Sri Bintan Pura Dalam Negeri dan Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center.

Sumber :

http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=21


Sumberdaya Alam Provinsi Kepulauan Riau


View Larger MapKepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Peranan sektor pertanian merupakan sektor kontribusi 5,32% terhadap PDRB 2005, Sektor tersebut belum berkembang maksimal karena luas lahan lebih kecil dibandingkan luas perairan. Di luar itu, tanah merah di kepulauan ini pun hanya bisa ditanamin jenis tanaman tertentu yang memerlukan penelitian dan pengembangan khusus untuk meningkatkan produksinya.

Luas lahan sawah di provinsi ini pada 2005 mencapai 1.792 ha sedangkan lahan bukan sawah terdiri atas lahan kering dan lahan lainnya mencapai 694.924 ha dan 74.607 ha, Luas lahan hortikultura mencapai 42.728 ha. Lahan sawah irigasi teknis mencapai 130 ha, lahan sawah irigasi sederhana mencapai 104 ha, sementara lahan sawah dengan irigasi desa mencapai luas 309 ha dan lahan sawah tadah hujan seluas 1.249 ha. Luas lahan panen seluruh kabupaten di Kepulauan Riau mencapai 94 ha clan dapat memproduksi padi sebanyak 249 ton dengan rata-rata produksi 5,20 ton/ha.

Hasil palawija adalah jagung dengan luas lahan panen 585 ha clan produksi 1.267 ton; ubi kayu dengan luas lahan panen 708 ha dan produksi 4,927 ton; ubi jalar 1.159 ton; dan kacang tanah dengan lahan panen 124 ha dan produksi 179 ton.

Produksi sayur-mayur hasil produksi 723 ton, kacang panjang dengan hasil produksi 1.295 ton, bayam dengan hasil produksi 26.715 ton dan kangkung dengan hasil produksi 842 ton.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh dengan luas lahan 14.716 ha perkebunan kelapa seluas 39.491 ha, perkebunan karet seluas 34.891 ha, perkebunan lada seluas 449 ha, perkebunan sagu seluas 3.949 ha, dan perkebunan gambir seluas 996 ha.

Sektor peternakan dibedakan menjadi tiga jenis kelompok, masing-masing ternak berternak lele dan unggas. Pada kelompok ternak, kambing adalah ternak dengan populasi terbanyak hingga 18.166 ekor, diikuti 9.976 ekor sapi dan 422.655 ekor babi. Populasi unggas terdiri atas 585.226 ekor ayam buras, 347.800 ekor ayam petelur, 452.510 ekor ayam pedaging 21.634 ekor itik 26.270 ekor puyuh.

Selain perikanan tangkap, pengembangan budidaya perikanan yang meliputi usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok di provinsi ini. Di Kabupaten Bintan, Karimun dan Natuna terdapat budidaya ikan yang bernilai ekonomis seperti ikan kerapu, napoleon dan kakap. Potensi budidaya ikan air tawar dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna. Pada 2006, Total produksi perikanan tangkap mencapai 217.094,91 ton dan produksi ikan budidaya 3.475,70 ton.

Wilayah Kepulauan Riau memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena sebagian dan kabupaten memiliki potensi hasil tambang seperti bauksit dan timah, sementara di bawah laut terdapat minyak dan gas. Cadangan minyak bumi mencapai 298,81 million meter barrel oil (MMBO), sementara cadangan gas alam sebanyak 55,3 triliun square cubic feet (TSCF) terdapat di Kabupaten Natuna. Timah dengan jumlah cadangan, mencapai 11.360.500 m3 terdapat di Pulau Karimun. Bauksit dengan total cadangan 15.880,000 ton terdapat di Pulau Bintan dan Tanjong Pinang. Granit dengan total cadangan mencapai 858.384.000 m3 terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Bintan. Sementara pasir darat dengan total cadangan mencapai 39.826.400 ton terdapat di Putau Karimun dan Pulau Bintan.

Sumber:
Indonesia Tanah Airku (2007), dalam :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3528&Itemid=1952

Sumber Gambar:
http://maps.google.com/

Selasa, 16 Februari 2010

Kota Tanjung Pinang


Keadaan Alam

Kota Tanjungpinang memiliki karakteristik geografis dataran rendah, kawasan rawa dan hutan bakau. Hampir tidak terdapat perbukitan sehingga upaya pengembangan kota untuk pemukiman penduduk dan lainnya menjadi sangat mudah.

Jenis tanah tergolong kurang baik untuk pertanian dan perkebunan karena merupakan tanah psedolik kuningmerah. Curah hujan rata-rata 636-3050 mm per tahun, karena merupakan bagian dari daerah iklim tropika basahyang berubah setiap setengah tahun.


Iklim di Tanjungpinang

Suhu berkisar antara rata-rata 21-30 derajat cecius dengan kelembapan rata-rata 61%-91% dan tekanan udara minimal 1000,5 MBS dan maksimal 1014,7 MBS. Memiliki dua musim yaitu musim hujan sekitar bulan akhir Oktober sampai awal Juni. Musim kemarau berlangsung antara bulan Juli sampai Agustus.


Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan dengan posisi berada pada 51° sampai dengan 59° lintang Utara dan 104,23° sampai dengan 104,34° bujur Timur dengan luas wilayah 239,50 km2. Batas-batas wilayah Kota Tanjungpinang adalah sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Kepulauan Riau dan Kota Batam
Selatan : Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Kepulauan Riau
Barat : Kecamatan Galang, Kota Batam
Timur : Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Kepulauan Riau


Kependudukan

Dari sisi kependudukan kenaikan jumlah penduduk dengan rata-rata pertambahan 3,69% menjadi 146.603 jiwa dari 137.356 jiwa pada tahun 2000. Faktor pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh migrasi yang terjadi setiap bulannya karena banyaknya orang dari daerah luar yang datang dan menetap di daerah ini. Penyebaran penduduk kota Tanjugpinang kurang begitu merata. Untuk tahun 2001 dengan jumlah penduduk 146.603 jiwa, tingkat kepadatan per km2 sekitar 612 jiwa.


Sosial Budaya

Penduduk Tanjungpinang pada abad XVIII, semakin bertambah ramai terutama etnis Cina dan India. Disebabkan adanya perjanjian antar Sultan Riau dan Belanda melalui kontrak politik tahun 1857 yang menyatakan bahwa golongan etnis Cina dan India disamakan dengan golongan Eropa. Etnis Cina kebanyakan menjadi pedagang, sedangkan etnis India selain pedagang juga merupakan kelompok yang mengembangkan agama Islam. Akulturasi yang terjadi dengan masuknya agama Budha, Hindu dan Islam telah memberi corak dan warna tersendiri pada budaya melayu serta memperkaya adat istiadat dan budaya penduduk. Pengaruh Islam sangat terasa kental pada adat istiadat penduduk.


Sumber :
http://www.visittanjungpinang.com/ina/geografis-home.php

Sumber Gambar :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/bf/Kota_Tanjung_Pinang_Peta.gif
http://frank.itlab.us/photo_essays/small/jun_10_5344_tanjung_pinang_ferry_terminal.jpg

Sejarah Singkat Kota Tanjung Pinang

Tanjungpinang telah dikenal sejak lama. Hal ini disebabkan posisinya yang strategis di Pulau Bintan sebagai pusat kebudayaan Melayu dan lalu lintas perdagangan. Sejarah Tanjungpinang tidak terlepas dari Kerajaan Melayu Johor-Riau.

Nama Tanjungpinang, diambil dari posisinya yang menjorok ke laut yang banyak ditumbuhi sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung tersebut yang merupakan petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke Sungai Bintan. Tanjungpinang merupakan pintu masuk ke Sungai Bintan, dimana terdapat kerajaan Bentan yang berpusat di Bukit Batu.

Keberadaan Tanjungpinang semakin dikenal pada masa Kerajaan Johor pada masa Sultan Abdul Jalil Syah yang memerintahkan Laksemana Tun Abdul Jamil untuk membuka suatu Bandar perdagangan yang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di Sungai Carang, Hulu Sungai Riau. Bandar yang baru tersebut menjadi Bandar yang ramai yang kemudian dikenal dengan Bandar Riau. Peranan Tanjungpinang sangat penting sebagai kawasan penyangga dan pintu masuk Bandar Riau.

Kepiawaian pemerintah pada masa itu menjadikan Bandar Riau merupakan bandar perdagangan yang besar dan bahkan menyaingi bandar Malaka yang masa itu telah di kuasai Portugis dan akhirnya jatuh ke tangan Belanda.

Dalam beberapa riwayat di kisahkan para pedagang yang semulanya ingin berdagang di Malaka kemudian berbelok arah ke Riau, dan bahkan orang-orang Malaka Membeli Beras dan kain di Riau. Hal ini disebabkan bandar Riau merupakan kawasan yang aman dengan harga yang relatif bersaing dengan bandar Malaka.

Selain sebagai pusat perdagangan, Bandar Riau dikenal sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Johor - Riau. Beberapa kali pusat pemerintahan berpindah - pindah dari Johor ke Riau maupun sebaliknya.

Keberadaan Tanjungpinang semakin diperhitungkan pada peristiwa Perang Riau pada tahun 1782-1784 antara Kerajaan Riau dengan Belanda, pada masa Pemerintahan Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah. Peperangan selama 2 tahun ini mencapai puncaknya pada taggal 6 Januari 1784 dengan kemenangan pada pihak kerajaan Melayu Riau yang ditandai dengan hancurnya kapal komando Belanda "Malaka's Wal Faren". Dan mendesak Belanda untuk mundur dari perairan Riau. Bersempena peristiwa tersebut 6 Januari diabadikan sebagai hari jadi Tanjungpinang.

Selang beberapa bulan dari peristiwa tersebut, Raja Haji dan Pasukan Melayu Riau menyerang Malaka sebagai basis Pertahanan Belanda di Selat Malaka. Tetapi dalam peperangan di Malaka tersebut Pasukan Riau mengalami kekalahan dan Raja Haji sebagai komando perang Wafat. Atas perjuangan beliau, Raja Haji kemudian dikenal sebagai Pahlawan Nasional.

Dibawah kekuasaan bangsa bugis Riau berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan internasional. Riau tidak hanya menarik pedagang dari tanah bugis tetapi juga Inggris, Cina, Belanda, Arab dan India.

Disisi lain perkembangan kekuatan Politik dan Militer Riau menimbulkan kebimbangan Belanda yang menduduki Malaka saat itu. Dalam tahun 1784, sebuah armada Belanda dengan kekuatan 13 kapal, 1594 prajurit, mengepung dan menyerang Riau(sekarang kawasan Tanjungpinang). Pada 6 Januari 1784 belanda berhasil di paksa mundur ke Malaka berkat bantuan Selangor dan berhasil mengepung Melaka.

Sesudah itu pada 1 Juni 1874 sebuah armada pertempuran dari batavia yang berkekuatan 6 kapal, 326 meriam dan 2130 prajuritnya berhasil memecahkan blokade Bugis atas Malaka. Pertempuran ini telah menewaskan pimpinan tertinggi Bangsa Bugis yaitu Raja Haji yang telah berhasil mengumpulkan kekuatan diantara bangsa Bugis sendiri dan Melayu dalam usahanya mengusir Belanda atas pendudukan Malaka.

Tanjungpinang juga dikenal sebagai Keresidenan Belanda dengan residen pertamanya David Ruhde. Penempatan keresidenan Belanda ini terkait atas penguasaan Wilayah Riau yang sempat mengalami kekalahan pada peperangan di Malaka. Untuk kemudian Belanda membangun Tanjungpinang sebagai Pangkalan Militer.

Kemunduran kerajaan Melayu Riau semakin jelas sejak adanya Traktat London 1828 yang merupakan perjanjian tentang pembagian kekuasaan di Perairan Selat Malaka, dimana wilayah Riau-Lingga dibawah kekuasaan Belanda, Johor-Pahang dan sebagian wilayah semenanjung dikuasai olah Inggris. Melalui peristiwa ini pulalah yang memisahkan keutuhan kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, dan kemudian Kerajaan ini dikenal dengan sebutan Riau-Lingga. Dan Singapura yang kala itu dibawah kerajaan Riau ditukar ganti dengan Bengkulu yang kala itu dibawah kerajaan Inggris.

Sejak Belanda menguasai wilayah Kerajaan Riau dan campur tangannya dalam Kerajaan, membuat kerajaan Riau mengalami kemunduran, hingga puncaknya terjadi pada saat pemecatan Sultan Riau oleh Belanda pada tahun 1912. Sultan kala itu tidak mau menandatangani Surat pemberhentian tersebut dan lebih memilih untuk pindah ke Singapura. Dan sejak saat itu berakhirlah Kesultanan Riau-Lingga dengan dihapuskannya wilayah Riau-Lingga dari peta Keresidenan Belanda. Dan Keberadaan Tanjungpinang tetap menjadi daerah pusat keresidenan Belanda.

Keberadaan Belanda sempat digantikan Jepang dan Tanjungpinang pada waktu itu dijadikan Pusat Pemerintahan Jepang di wilayah Kepulauan Riau. Dan kemudian kembali lagi dipegang Oleh Belanda.

Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mengakhiri pendudukan belanda atas wilayah Kepulauan Riau. Tahun 1950, Belanda menyerahkan wilayah Kepulauan Riau Kepada pemerintah Indonesia.

Tanjungpinang juga menjadi ibu kota Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 58 1948.Tahun 1957 berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1957 dibentuklah Propinsi Riau dengan ibukotanya Tanjungpinang, namun tahun 1960 ibukota dipindahkan ke Pekanbaru.

Setelah lama menjadi ibukota Kabupaten Kepulauan Riau, kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Administratif.

Dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2001 Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Otonom. Dan saat ini Tanjungpinang menjadi Ibukota Provinsi Kepulauan Riau.


Sumber :
http://www.visittanjungpinang.com/ina/sejahahkota-home.php

Pemkot Tanjung Pinang Buka Kawasan Wisata Mangrove

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau membuka objek wisata hutan mangrove mengitari kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga.

"Selain untuk melestarikan hutan mangrove, juga untuk mengingatkan kembali memori kolektif sejarah masa lampau yang ada di kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang Abdul Kadir Ibrahim di sela-sela peresmian objek wisata tersebut, Kamis (21/1).

Kawasan hutan mangrove yang berada di Hulu Sungai Carang, Kota Tanjungpinang tersebut, mengelilingi peninggalan sejarah yang dibangun pada masa Sultan ke-VIII kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, Sultan Abdul Jalil Syah III (1623-1677) untuk menjadi pusat kerajaan yang secara resmi dipindahkan dari Johor pada masa Sultan Ibrahim Syah pada tahun 1677 sampai tahun 1685.

"Wisatawan nantinya tidak hanya menikmati keindahan hutan mangrove yang ada, namun juga bisa mempelajari kembali peninggalan sejarah Melayu pada masa lampau," ujarnya yang biasa dipanggil Akib.

Akib mengatakan pengembangan wisata hutan mangrove ini merupakan salah satu bentuk promosi pariwisata Kota Tanjungpinang, di mana wisatawan bisa menikmati keindahan alam sekaligus mengetahui sejarah masa lalu. "Pengunjung bisa mengelilingi hutan mangrove dari "mangrove walk" yang sudah disediakan dan mempelajari sejarah di Hulu Sungai carang yang sekarang dikenal dengan Kota Rebah," ujarnya.

Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan menyambut baik upaya-upaya yang dimulai untuk membangkitkan kawasan yang disebut berbagai kalangan dengan Kota Raja, atau ada yang menyebut Kota Lama dan terakhir disebut Kota Rebah.

"Upaya pengelolaan kawasan ini, akan memberikan alternatif lain tempat wisata Kota Tanjungpinang yang tidak saja berupa kawasan pantai, pusat kota dan kawasan belanja yang selama ini dikenal," ujar Suryatati. (Ant/OL-06)


Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/22/118507/126/101/Pemkot-Tanjungpinang-Buka-Kawasan-Wisata-Mangrove, dalam :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=11664&Itemid=832

Kota Batam


View Larger Map
Kota Batam adalah salah satu kota di provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional. Kota ini memiliki jarak yang dekat dengan Singapura dan Malaysia. Kota Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, dan menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam hingga Desember 2009 Kota Batam telah berpenduduk 988.555 jiwa dan merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga populasinya di Sumatra setelah Medan dan Palembang.


Sejarah

Pulau Batam dihuni pertama kali oleh orang melayu dengan sebutan orang selat sejak tahun 231 Masehi. Pulau yang pernah menjadi medan perjuangan Laksamana Hang Nadim dalam melawan penjajah ini digunakan oleh pemerintah pada dekade 1960-an sebagai basis logistik minyak bumi di Pulau Sambu.

Pada dekade 1970-an, dengan tujuan awal menjadikan Batam sebagai Singapura-nya Indonesia, maka sesuai Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam

Seiring pesatnya perkembangan Pulau Batam, pada dekade 1980-an, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, wilayah kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam.

Di era Reformasi pada akhir dekade tahun 1990-an, dengan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999, maka Kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi yaitu Pemerintah Kota Batam untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan mengikutsertakan Badan Otorita Batam.


Geografis

Kota yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau ini memiliki luas wilayah daratan seluas 715 km² atau sekitar 115% dari wilayah Singapura, sedangkan luas wilayah keseluruhan mencapai 1.570.35 km². Kota Batam beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26 sampai 34 derajat celsius. Kota ini memiliki dataran yang berbukit dan berlembah. Tanahnya berupa tanah merah yang kurang subur.

Batas-batas Kota Batam:

Sebelah utara berbatasan dengan Singapura dan Malaysia
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Daik-Lingga
Sebelah timur berbatasan dengan Pulau Bintan dan tanjung pinang
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten karimun


Wilayah

Pembagian Wilayah

Kota Batam terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan, yaitu:

Kecamatan Batam Kota
Kecamatan Nongsa
Kecamatan Bengkong
Kecamatan Batu Ampar
Kecamatan Sekupang
Kecamatan Belakang Padang
Kecamatan Bulang
Kecamatan Sagulung
Kecamatan Galang
Kecamatan Lubuk Baja
Kecamatan Sungai Beduk
Kecamatan Batu Aji


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Batam

Sumber Gambar :
http://maps.google.com/
http://www.pemko-batam.go.id, dalam :
http://www.primaironline.com/images_content/2009105Peta%20batam%20pemko-batam.go.id.jpg

Batam, Kepri dan Teori Cluster




Mumpung masih fresh baru balik dari Batam, dan mendapatkan kesempatan untuk ngobrol dengan orang-orang penting di jajaran pemko Batam dan pemda Kepulauan Riau (Kepri), maka saya mencoba menuliskan pemikiran ini, mengenai strategic positioning Batam dan Kepri secara umum. Tulisan ini memang baru pemikiran awal, secara umum, dan memang masih perlu studi lebih lanjut untuk rinciannya.

Saya sangat mempercayai teori cluster dan dari Michael Porter. Jadi alat analisis saya di sini adalah teori cluster. Cluster adalah sebuah wilayah yang dibangun dengan fokus kepada satu keunggulan tertentu. Sebuah cluster ditopang oleh beberapa hal, yaitu kondisi bisnis, infrastruktur, kondisi pasar, regulasi pemerintah, pendidikan, industri lain yang relevan, serta sumber pendanaan atau keuangan.

Kepri, saat ini adalah propinsi termuda di Indonesia, terdiri dari 96% lautan, dan hanya 4% daratan. Tanpa analisis yang mendalam, kita sudah bisa menebak, bahwa industri maritim adalah strategic positioning dari Kepri. Industri maritim ini memiliki banyak sub-industri yang bisa diangkat sebagai cikal bakal cluster, antara lain perikanan, perkapalan, pariwisata kelautan. Kepri juga memiliki keunggulan komparatif yang lain, yaitu terletak di posisi silang jalur pelayaran, serta memiliki cadangan minyak bumi di sekitar Natuna. Oke deh, minyak bumi kita keluarkan dulu dari daftar strategic positioning ini, walaupun bisa saja suatu saat pemda berpartisipasi dalam hal ini seperti Bumi siak Pusako di Riau yang ikut mengelola sumur minyak ex Caltex (sekarang Chevron) bersama Pertamina. Dengan demikian, Kepri memiliki strategic positioning industri maritim, meliputi perikanan, perkapalan, dan pariwisata kelautan.

Untuk pariwisata kelautan, sudah mulai dilakukan pengelolaan yang serius. Kita bisa melihat Bintan Resort sebagai sebuah wilayah pariwisata kelautan yang terpadu. Bintan Resort ini menjadi jangkar untuk industri pariwisata kelautan di daerah ini, dengan penyangganya berbagai obyek wisata kelautan yang lain yang tersebar diberbagai tempat di Kepri. Sebuah cluster pariwisata kelautan sudah dibangun dengan serius di Bintan.

Untuk industri perkapalan, dalam hal ini adalah galangan kapal, belum terlihat secara serius. Mungkin untuk yang satu ini, kompetitor terbesar ada di Singapura. Tetapi rasanya kok saya yakin, dengan potensi yang dimiliki Kepri, rasanya bisa dibangun galangan kapal untuk kapal-kapal menengah, dan merebut pasar yang ada. Oke lah, untuk bisnis yang satu ini, agak panjang ceritanya karena menyangkut teknologi.

Nah, terakhir untuk perikanan. Saya juga belum melihat adanya sentra atau cluster industri perikanan yang dibangun secara serius, seperti halnya cluster industri pariwisata di Bintan. Menurut saya, potensinya besar sekali. Tinggal bagaimana mengundang investor untuk mengisi kekosongan bisnis ini.

Seperti konsep cluster yang disampaikan sebelumnya, maka pengembangan semua potensi ini baru akan terjadi dengan baik apabila persyaratan sebuah cluster seperti yang dituliskan di atas dipenuhi. Nah, menurut saya, inilah pe-er terbesar pemda Kepri, yaitu bagaimana menyiapkan semua infrastruktur cluster yang relevan. Misalnya, untuk pendidikan, jelas sekali Kepri butuh pendidikan menengah kejuruan yang relevan dengan cluster kelautan, baik perikanan, perkapalan, serta pariwisata kelautan. Demikian pula dengan perguruan tinggi, baik universitas maupun politeknik, pengembangannya diarahkan untuk membentuk cluster unggulan tersebut. Jika pemda bisa melakukan ini, maka saya yakin Kepri bakal menjadi propinsi yang unggul di Indonesia di masa depan.

Nah, khusus untuk Batam, walaupun merupakan bagian dari Kepri, situasi agak berbeda. Kalau kita lihat strategic positioning Batam ini sangat dipengaruhi oleh keberadaannya yang bersebelahan dengan Singapura. Jika Singapura memiliki strategic positioning sebagai pusat jasa, informasi, transportasi, dan keuangan, maka Batam harus mampu menjadi complementary terhadap Singapura tersebut. Dari awal memang strategic positioning Batam seperti itu, yaitu menjadi kawasan industri yang menunjang Singapura. Makanya batam dikembangkan oleh Otorita Pengembangan Kawasan Industri Pulau Batam atau Otorita Batam. Dari judulnya saja sudah jelas ke mana arah pengembangan Batam. Berbagai industri berat berteknologi tinggi seperti McDermott, Vetco Gray, dan sebagainya ada di sini. Industri ini memiliki pusat di Singapura, dan Batam adalah semacam “hinterland“-nya.

Hanya saja, saya mengamati kok greget pengembangan industri ini semakin berkurang. Belum lagi dualisme pengelolaan Batam, yaitu pemko dan Otorita batam, yang saya yakin, pasti ada tumpang-tindih kebijakan di sana-sini. Khusus untuk industri berat seperti ini, saya tidak melihat kemajuan yang berarti di Batam pada tahun-tahun belakangan ini. Apakah memang Batam akan dijadikan cluster industri berat yang berteknologi tinggi ? Kelihatannya iya. Tetapi saya melihat, pengelolaan cluster-nya yang belum tertata dengan baik. Keberadaan batam digital island bisa jadi merupakan salah satu upaya untuk membenahi hal ini.

Terlepas dari itu semua, saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa Batam memiliki potensi yang kuat untuk menjadi cluster industri berat. Jangan sampai ada kesan seperti banyak gosip bahwa Batam itu sebenarnya adalah kota judi dan entertainment yang lain. Saya yakin itu bukanlah cluster yang ingin dikembangkan. Demikian juga dengan Kepri, potensi menjadi cluster industri maritim unggulan sangat terbuka lebar. Semua keunggulan komparatif sudah dimiliki. Sekarang tinggal bagaimana mengubahnya menjadi keunggulan kompetitif …

UPDATE :

Tulisan ini belakangan dimuat di Majalah e-Indonesia edisi Vol. III, No. 27 / 2008 terbit Oktober 2008.


Sumber :
http://www.ririsatria.net/2008/08/10/batam-kepri-dan-teori-cluster/#more-408
10 Agustus 2008


Sumber Gambar:
http://deddymilano.files.wordpress.com/2009/04/batam-view.jpg
http://ichees.files.wordpress.com/2008/10/batam12.jpg
http://i195.photobucket.com/albums/z171/rilham2new/BatamCS.jpg

Kabupaten Natuna


View Larger MapKabupaten Natuna, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Natuna terletak paling utara Indonesia. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau, dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan. Kabupaten ini terkenal dengan penghasil Minyak dan Gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel.


Sejarah

Sejarah Kabupaten Natuna tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kabupaten Kepulauan Riau, karena sebelum berdiri sendiri sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna merupakan bahagian dan Wilayah Kepulauan Riau.Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999, dengan dilantiknya Bupati Natuna Drs. H. Andi Rivai Siregar oleh Menteri Dalam Negeri ad intrem Jenderal TNI Faisal Tanjung di Jakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1956 menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia, dan Kepulauan Riau diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati sebagai kepala daerah yang membawahi 4 kewedanaan sebagai berikut:
Kewedanaan Tanjungpinang, meliputi Kec. Bintan Selatan (termasuk Bintan Timur, Galang,Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur).
Kewedanaan Karimun, meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
Kewedanaan Lingga, meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
Kewedanaan Pulau Tujuh, meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tembelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.

Kewedanaan Pulau Tujuh yang membawahi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur beserta kewedanaan laiannya dihapus berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965. Berdasarkan ketetapan tersebut, terhitung 1 Januari 1966 semua daerah administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus.

Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 dari hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau, yang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai, dan Serasan dan satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan.

Seiring dengan kewenangan otonomi daerah, Kabupaten Natuna kemudian melakukan pemekaran daerah kecamatan, yang hingga tahun 2004 menjadi 10 kecamatan dengan penambahan, Kecamatan Pal Matak, Subi, Bunguran Utara, dan Pulau Laut dengan jumlah kelurahan/desa sebanyak 53.

Ranai, Ibukota Kab Natuna

Hingga tahun 2007 ini Kabupaten Natuna telah memiliki 16 Kecamatan. 6 Kecamatan pemekaran baru itu diantaranya adalah Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Timur Laut, Bunguran Tengah, Siantan Selatan, Siantan Timur dan Jemaja Timur dengan total jumlah kelurahan/desa sebanyak 75.


Topografi

Berdasarkan kondisi fisiknya, Kabupaten Natuna merupakan tanah berbukit dan bergunung batu. Dataran rendah dan landai banyak ditemukan di pinggir pantai. Ketinggian wilayah antara kecamatan cukup beragam, yaitu berkisar antara 3 sampai dengan 959 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 2 sampai 5 meter. Pada umumnya struktur tanah terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan yang tanah dasarnya mempunyai bahan granit, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus.


Iklim dan Cuaca

Iklim di Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin. Musim kemarau biasanya terjadi pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Juli. Curah hujan rata-rata berkisar 137,6 milimeter dengan rata-rata kelembaban udara sekitar 83,17 persen dan temperatur berkisar 27,10 celcius.


Penduduk

Penduduk Kabupaten Natuna tahun 2005 berjumlah 93.644 jiwa, dengan laju pertumbuhan per tahun 4,29 persen. Selanjutnya jumlah rumahtangga pada akhir tahun 2005 berjumlah 23.785 dengan jumlah penduduk 93.644 jiwa yang terdiri dari 47.945 jiwa penduduk laki-laki dan 45.699 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk per-km menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan tertinggi yaitu 124,10 jiwa per km2, diikuti oleh Kecamatan Midai 123,97 jiwa per km2.


Potensi

Selain letaknya yang strategis kawasan Pulau Natuna dan sekitarnya pada hakikatnya dikaruniai serangkaian potensi sumber daya alam yang belum dikelola secara memadai atau ada yang belum sama sekali, yang meliputi: Sumber daya perikanan laut yang mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatan hanya 36%, yang hanya sekitar 4,3% oleh Kabupaten Natuna. Pertanian & perkebunan seperti ubi-ubian, kelapa, karet, sawit & cengkeh Objek wisata: bahari (pantai, pulau selam), gunung, air terjun, gua, dan budidaya Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Natuna

Sumber Gambar:
http://maps.google.com/
http://putrabintan.files.wordpress.com/2009/07/ranai-ibukota-kabupaten-natuna-foto-untuk-catatan-perjalanan.jpg

Obyek Wisata Lingga


Visi

Terwujudnya pariwisata Lingga yang mempesona dan berbudaya serta budaya Melayu yang kekal dan dinamis.


Misi
1. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
2. Meningkat sarana dan prasarana sebagai penunjang utama kemajuan kepariwisataan dan kebudayaan
3. Meningkatkan penerapan nilai-nilai budaya Melayu
4. Meningkatkan peran sektor kepariwisataan dan kebudayaan sebagai penggerak ekomi masyarakat


Wisata Alam

Gunung Daik (Daik Mountain)

Gunung Daik memiliki 3 cabang. Cabang tertinggi disebut Gunung Daik, cabang menengah disebut Pejantan atau Pinjam Pinjaman dan cabang terendah disebut Cindai Menangis. Memiliki ketinggian 1165 mdpl dengan puncanya memiliki kesulitan panjat tebing 5.9-5.11 North American Grade Standard.


Pemandian Tengku Ampuan Zahara/Lubuk Pelawan di Daik
(Tengku Ampuan Zahara Bathing)

Adalah tempat pemandian putri Diraja Sultan Mahmud Muhazam Syah, Engku Embong Fatimah istri Yamtuan Muda Muhammad Yusuf Bunda dari Sultan Lingga yang terakhir Sultan Abdul Rahman Mu’ahan Syah Sultan Lingga yang ke 6 dan istrinya Engku Ampuan Zahara.


Wisata Sejarah

Salah satu bangunan yang masih dapat dilihat walaupun hanya reruntuhan, Istana ini dibangun tahun 1860 pada masa Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II (1857–1883).

Bangunan pondasi ini direncanakan oleh Sultan Muhammad Syah (1832-1841) dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muzzafar Syah (1832-1857) yang direncanakan sebagai tempat tinggal keluarga sultan atau sumber lain sebagai tempat menyimpan berbagai jenis hasil kerajinan. Ukuran pondasi Bilik 44 ini sekitar 48X49 meter dan jumlah pondasi ruangan yang baru disiapkan sebanyak 32 buah. Belum selesainya pembangunan bilik ini disebabkan karena diturunkannya Sultan Mahmud Muzzafar Syah dari tahta Kesultanan Lingga Riau pada tanggal 23 September 1857.


Sumber :
http://www.pariwisatalingga.com/sejarah.php

Dabo Singkep Kab Lingga



Pulau Singkep merupakan pulau paling selatan dari Kepulauan Riau yang berpusat di Dabo Singkep. Sebuah tempat yang terpencil yang akan membuat kita serasa kembali ke alam. Karena jika berada di pulau tersebut kita akan bebas dari hiruk pikuk kehidupan kota, kemacetan lalu lintas, tingkat kriminalitas yang tinggi dan lain sebagainya. Oleh karena itu merupakan tempat yang cocok untuk menghilangkan stress…

Bandara Dabo dapat didarati pesawat jenis Fokker-27, sedangkan pelabuhan laut telah mengalami renovasi dengan harapan dapat disinggahi oleh kapal-kapal ukuran menengah dari Jakarta, Bangka menuju Batam atau Tanjung Pinang. Sedang fasilitas komunikasi dengan kode area 0776 sudah menyediakan kontak Saluran Langsung Jarak Jauh (SLJJ).
Sebagai wilayah pembantu Kabupaten Kepulauan Riau (administrative support)
Secara administratif Dabosingkep pernah sebagai “ibukota” pembantu Kabupaten Kepulauan Riau yang mewilayahi Kecamatan Singkep, Kecamatan Lingga, dan Kecamatan Senayang sebelum itu dihapus tahun lalu.

Memiliki populasi relatif lebih besar (higher population)
Dibanding 2 ibukota kecamatan lainnya, populasi kota Dabosingkep relatif lebih besar. Walau pernah mengalami penurunan jumlah penduduk akibat “putus hubungan” dengan PT. Timah, namun sejak tahun 1996 jumlah penduduk kota ini terus bertambah. Hal ini mendukung aktivitas perkonomian (economic activity) kecamatan Singkep secara keseluruhan.

Memiliki kapasitas lahan untuk pertumbuhan pembangunan (land capacity for growth)
Dabosingkep masih memiliki lahan yang cukup luas untuk menampung pertumbuhan pembangunan, disamping lahan yang relatif datar juga memiliki akses yang cukup luas terhadap prasarana yang tersedia.


Partisipasi masyarakat (community participation)

Akibat dari restrukturisasi PT. Timah beberapa tahun lalu menyebabkan banyaknya pengangguran (unemployment). Kondisi ini telah menyebabkan para penganggur yang telah berpengalaman itu mencari kerja ke Batam, Tanjung Pinang, Karimun, Jambi, dan sebagainya. Sebagian dari pengangguran itu masih bertahan di Dabosingkep dengan aktivitasnya sendiri. Diharapkan dengan ditetapkannya Dabosingkep sebagai ibukota kabupaten maka sebagian besar pengangguran itu dapat tertampung di berbagai kegiatan pembangunan.


Memiliki ragam etnik populasi (multi ethnic nature of city)

Kota ini memiliki ragam etnis populasi seperti melayu, jawa, minang, cina, bugis yang sudah mengalami akulturasi cukup lama.
Sebagai contoh banyak orang melayu menikah dengan orang bugis, jawa, cina, dan sebagainya. Komunitas cina dan minang dalam hal ini sangat berperan dalam perekonomian setempat.


Kelemahan (weakness)

Kurangnya aktivitas komersial (insufficient commercial activity)
Sejak ditinggalkan oleh PT. Timah, aktivitas komersial di kota Dabosingkep menurun drastis. Tidak seperti Tanjung Balai Karimun atau Tanjung Pinang yang memiliki keuntungan karena kedekatan wilayah dengan Singapore, aktivitas perdagangan dan komersial lainnya di kota ini sangat terbatas. Kini jalur-jalur perdagangan dalam skala terbatas masih dilakukan antara lain dengan Tanjung Pinang dan Jambi. Selain itu kota ini sangat kurang dalam ragam aktivitas ekonomi (lack of economic diversification).

Dalam kenyataan kini Dabosingkep sangat tergantung pada kehadiran kota Tanjung Pinang sebagai ibukota kabupaten untuk urusan-urusan formal dan Jambi dalam hal memasok kebutuhan pokok masyarakat.


Peluang-peluang (Opportunies)

Tanjung Pinang termasuk dalam kawasan industri baik industri pengolahan maupun industri pariwisata. Wilayah ini juga memiliki akses yang baik dengan Singapore, Batam, dan Karimun. Adanya corridor antara Dabosingkep dan Tanjung Pinang memberi peluang yang luas bagi pertumbuhan ekonomi Dabosingkep dimasa mendatang.
Selain Tanjung Pinang, Dabosingkep juga memiliki corridor dengan Jambi yang adalah merupakan satu-satunya ibukota propinsi di Pulau Sumatera yang paling dekat dengan Dabosingkep saat ini. Peluang perdagangan dan perekonomian yang lebih luas akan tercipta bila prasarana yang ada dapat digunakan seoptimal mungkin seperti penggunaan bandara Dabo dan pelabuhan laut yang ada. Seperti yang dirilis dalam Riau Pos tanggal 18 Februari 2001 dengan titel “Riau Airlines Menerobos Keterisolasian Daerah”. Dengan adanya rencana Pemda Propinsi Riau untuk memanfaatkan bandara yang ada di seluruh Riau termasuk Bandara Dabo, maka melalui jalur penerbangan yang dilewati Riau Airlines akan menciptakan multiplier effect bagi perekonomian setempat dari kemudahan investment. Jalur penerbangan ini akan menciptakan corridor “baru” dengan Batam (terakhir corridor itu terputus tahun 1996/1997 putusnya jalur penerbangan pesawat jenis SMAC dari Jambi-Dabosingkep-Batam) dalam rangka ikut berkiprah dalam kancah perekonomian global.


Hubungan dengan “kota-kota utama” (linking with main cities)

Selain Jambi, Tanjung Pinang dan Batam, kota ini memiliki hubungan yang relatif tidak jauh dengan “kota-kota utama” seperti Kuala Tungkal (ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi), Muara Sabak (ibukota Tanjung Jabung Timur-Jambi) yang memiliki pelabuhan bebas, dan Tanjung Balai Karimun (Kabupaten Karimun) dan Pangkal Pinang (ibukota Propinsi Bangka-Belitung). Kondisi ini menciptakan peluang ekonomi dalam skala yang lebih luas.


Memiliki sumberdaya alam yang mendukung (natural resources)

Dalam berita Harian Kompas tanggal 24 Juli 2000 dikatakan bahwa Pulau Singkep Masih menyimpan 200 ribu ton timah. Sebuah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri akan menghidupkan kembali aktivitas pertambangan yang sempat terhenti sejak tahun 1992. Kegiatan penambangan itu disamping memberikan kontribusi bagi perekonomian juga dapat menampung tenaga pengangguran akibat restrukturisasi PT. Timah. Dengan ramainya aktivitas penambangan ini akan berdampak pada peningkatan perekonomian kota Dabosingkep dengan prasarana yang dapat diakses oleh perusahaan penambangan.
Sumberdaya alam lain yang dimiliki antara lain di sektor perikanan. Itu terlihat dari banyaknya pendirian rumah penangkapan ikan teri (kelong) disepanjang perairan pulau Singkep.


Ancaman (threats)

Diperkirakan sekitar 45.000 ha lahan di Pulau Singkep telah dimanfaatkan sebagai basis kegiatan penambangan timah selama hampir seratus delapan puluh tahun. Pulau itu kini dipenuhi dengan danau-danau bekas galian Timah. Kondisi ini semakin diperburuk dengan beroperasinya kegiatan penambangan pasir.

Penambangan pasir dan lepas pantai (offshore mining) dan penebangan hutan (deforestation) serta penggurunan (disertification) mengakibatkan semakin terbatasnya lahan-lahan yang affordable (limit of affordable land) di Pulau Singkep (kekecualian Dabosingkep sebagai ibukota).


Kecenderungan ketidakteraturan pembangunan bangunan baru (threat to landscape quality of city)

Ada kecenderungan di kota Dabosingkep saat ini dimana masyarakat membuat bangunan baru tanpa mengindah ketentuan yang berlaku serta tidak memperhatikan lingkungan.
Pada bangunan bekas peninggalan PT. Timah masih dapat dikatakan tertata cukup rapi, namun melihat kecenderungan dimana saat ini pembangunan bangunan baru sering tidak sesuai dengan tata ruang dan keindahan kota. Sebagai contoh sederhana adalah pembuatan bangunan sarang burung walet di tengah-tengah kota tanpa perduli dengan lingkungan sekitar.


Kultur masyarakat yang cenderung apatis (culture tend to apathetic)

Restrukturisasi PT. Timah pada awal 1990-an yang mem-PHK kan ribuan karyawan telah menyebabkan “luka” yang cukup dalam bagi masyarakat Dabosingkep. “Luka” ini berdampak pada berbagai segi kehidupan masyarakat dan menimbulkan semacam trauma bagi masyarakat khususnya mantan karyawan PT. Timah. Dapat dikatakan dahulunya masyarakat Dabosingkep identik dengan PT. Timah. Dengan demikian ketika PT. Timah melakukan restrukturisasi maka dampaknya identik dengan kondisi masyarakat secara keseluruhan.
Trauma yang dalam ini akan berdampak pada aktivitas mereka keseharian, apalagi bila aktivitas itu dikaitkan dengan rencana pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau.


Sumber:
http://dabosingkep.wordpress.com/ dalam :
http://tanberank.wordpress.com/dabo-singkep/


Sumber Gambar:
http://user.chollian.net/~hwayon/sing/singkep.htm

Potret Sebaran Kependudukan Di Prov Kepri

Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu provinsi yang termuda di Indonesia terletak di jalur perlintasan dunia memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Provinsi ini memiliki luas wilayah 251,810,71 km yang sebagian besar yakni 95,97 persen atau 241.251,30 km merupakan perairan. Sedangkan daratan hanya 4,21 persen terdiri dari gugusan kepulauan sebanyak 1062 pulau.

Sebagai propinsi baru, berbagai permasalahan telah muncul yaitu permasalahan ketimpangan baik ketimpangan demografi, ketimpangan ekonomi dan ketimpangan sosial. Kota Batam sebagai maskot sekaligus juga magnit Kepulauan Riau, mempunyai persoalan jumlah penduduk yang cukup besar yang indikasinya dapat dilihat dari banyaknya rumah bermasalah, tingkat kriminalitas, tingkat pengangguran dan tingkat kesejahteraan sosial yang timpang

Melihat data kependudukan Maret 2005 (BPS Kota Batam) dapat kita lihat bahwa penduduk Propinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.245.708 jiwa. Kota Batam merupakan tempat penduduk terbesar yaitu 599.561 Jiwa (48,13 %), Kabupaten Karimun 199.697 jiwa (16,03 %), Kab. Kepulauan Riau 117.512 (9,43 %), Kota Tanjung Pinang 158.514 jiwa (12,73 %), Kab. Natuna 89.832 jiwa (7,21 %) dan Kab. Lingga 80.592 Jiwa (6,47 %).

Struktur Perekonomian yang tergambar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan kontributor terbesar dalam perekonomian Propinsi Kepri yaitu sebesar 53,53 % yang menyumbang Rp. 2.014.048.080.000 dari total PDRB sebesar Rp. 3.762.584.520.000 sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang 6 % dalam PDRB dan sektor pertambangan dan Penggalian hanya menyumbang 6,2 %. Dan kita sama sama tahu bahwa potensi terbesar dari Propinsi Kepri adalah pertanian dan pertambangan

Disamping itu juga, dari sudut permasalahan sosial Pekerja sektor informal yang terbesar adalah di Kabupaten Natuna yaitu 83 % dan Kepulauan Riau 48,1% sedangkan di Kota Batam hanya 24,1 % saja. Hal ini konsisten dengan kontribusi sektor Industri pengolahan diatas, dimana pada sektor industri pengolahan pekerjanya bersifat formal.sedangkan sektor informal biasanya ditandai dengan sektor pertanian.

Dari data kuantitatif diatas, kita melihat bahwa memang telah terjadi ketimpangan-ketimpangan baik struktural maupun ekonomi. Permasalahannya untuk sementara dapat kita simpulkan adalah permasalahan sebaran penduduk yang tidak merata dan ditambah dengan kebijakan bidang ekonomi yang memprioritaskan batam sebagai basis perekonomian seperti industri, perdagangan, alih kapal, pariwisata dan juga dalam infrastruktur.

Kota Batam, dalam upaya pengendalian kependudukan mempunyai perangkat hukum yaitu Perda No.2 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Pendaftaran dan Pengendalian kependudukan. Perda ini dimaksudkan untuk meminimalir pertumbuhan penduduk kota Batam. Namun keefektivitasan perda ini masih perlu dipertanyakan mengingat dari tahun ketahun jumlah pencari kerja di Kota Batam semakin meningkat secara signifikan demikian juga dengan daya tampung Sekolah yang dari tahun ketahun semakin tidak mampu menampung anak usia sekolah.

Kebijakan pengendalian penduduk melalui instrumen pengaturan dapat berjalan efektif apabila faktor-faktor alamiah kenapa terjadi urbanisasi itu dijawab dahulu. Menurut Michael P. Todaro (2002) , ada beberapa faktor alamiah dan rasional mengapa orang melakukan perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain yang lebih maju adalah disebabkan :

1. Urbanisasi Desa-Kota, dirangsang oleh pertimbangan ekonomi yang rasional yang berhubungan dengan keuntungan dan biaya-biaya relatif
2. Keputusan urbanisasi juga ditentukan tergantung pada tingkat selisih pendapatan yang diharapkan antara pendapatan di kota besar dan pendapatan di desa asal. Besar kecilnya selisih pendapatan itu ditentukan oleh 2 variabel pokok yaitu selisih besaran aktual di kota dan desa serta besar atau kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang menawarkan tingkat pendapatan yang sesuai dengan yang diharapkan
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di kota.

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mengadakan penataan persebaran penduduk di Propinsi kepulauan Riau, dapat diambil kesimpulan yang merekomendasikan berbagai kebijakan-kebijakan yang harus diambil untuk menata persebaran penduduk yang diharapkan akan menghapus berbagai kesenjangan-kesenjangan yang selama ini terjadi, baik kesenjangan penduduk, struktural, regional dan kesenjangan lainnya yang melibatkan seluruh unsur pemerintahan kabupaten/kota se Propinsi Kepulauan Riau, karena penataan sebaran kependudukan, setiap daerah harus mempunyai kesamaan visi, misi dan tujuan. Untuk itu, berbagai kebijakan-kebijakan dapat diambil diantaranya :

· Upah tenaga Kerja

Perbedaan Upah tenaga kerja di setiap kabupaten/kota dapat menyebabkan terjadinya arus urbanisasi/migrasi ke daerah yang upah tenaga kerjanya lebih tinggi. Kebijakan Upah tenaga kerja adalah keputusan penetapan UMK, UMS maupun UMP yang sama ataupun mempunyai selisih yang tidak terlalu besar di setiap kabupaten/kota di Kepulauan Riau.

· Perlakuan yang sama terhadap fasilitas khusus fiskal dan moneter

Batam, Bintan dan Karimun yang telah menikmati fasilitas Bonded Zone Plus (BZP) mendapatkan kemudahan fiskal dalam interaksi ekonominya. Diharapkan fasilitas ini juga bisa dinikmati oleh Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga

· Kebijakan mendesentralisir lokasi pusat-pusat industri dan pertumbuhan ekonomi ke daerah lain

Kebijakan ini adalah memindahkan lokasi pabrik/plant ke daerah lain, mengingat bahwa tenaga kerja yang terserap dalam industri mayoritasnya berasal dari Pulau Jawa, Sumatera dan kawasan Indonesia Bagian Timur.

· Penetapan dan pemilahan zona kegiatan ekonomi berdasarkan keunggulan dan potensi daerah

menetapkan cluster kegiatan ekonomi, beberapa kebijakan lain adalah Batam harus konsisten hanya pada sektor Industri dan Perdagangan. Pulau bintan konsentrasi dengan Pariwisata, Kabupaten Karimun dengan Pertanian, budidaya kelautan dan galangan kapal, serta Kabupaten Natuna dan Lingga dengan konsentrasi pada pertanian, kelautan, pertambangan dan pariwisata

· Meningkatkan pembangunan infrastuktur didaerah kab/kota yang sebaran penduduknya minim seperti pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan dan sarana transportasi.

Akibat bertumpuknya infrastruktur di batam, maka berakibat segala kegiatan ekonomi baik yang domestik maupun internasional semuanya bertumpu di Kota Batam

· Pembangunan sarana kehidupan seperti sekolah, pelayanan kesehatan,

Ketersediaan Pelayanan kesehatan dan sarana pendidikan yang merata dapat mencegah arus urbanisasi yang besar ke kota-kota yang relatif maju dan berkembang.

· Dari segi aparatur pemerintahan, perlu menyiapkan segera SIAK Online (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) yang mencatat secara akurat data mutasi penduduk yang berhubungan (link) dengan instansi pendudukung fasilitas seperti PLN, ATB, Bandara, Pelabuhan, kepolisian, BPS dan Instansi lainnya.


Sumber :
Ade P. Nasution
http://adenasution.tripod.com/id1.html

Sejarah Kabupaten Bintan


View Larger MapKabupaten bintan sebelumnya merupakan kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad yang silam tidak hanya di nusantara tetapi juga di mancanegara. Wilayahnya mempunyai ciri khas teridiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan, karena itulah julukan Kepulauan "Segantang lada" sangat tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya pulau yang di daerah ini.

Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajan Riau Lingga yang pusat kerajaannya di Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.

Jauh sebelum ditandatangani Treaty of London, kedua kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga menjadi semakinkuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulaun Riau saja, tetapi telahh meliputi daerah Johor dan malaka (Malaysia), Singapura dan sebagain kecil wilayah Indragiri Hilir. Pusat kerjaannya terletak di Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan semenanjung Malaka.

Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder Districh Thourden untuk daerah yang agak kecil. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling yaitu:

Afdelling Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau-Lingga, Indragiri Hilir dan Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa ditunjuk seorang residen.

Afdelling indragiri yang berkedudukan di Rengan dan diperintah oleh Asisten Residen (dibawah) perintah residen pada 1949 Keresidenan ini dijadikan Residente Riau dengan dicantumkan Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan sebelum tahun 1945-1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia Belanda tanggal 17 Julin 1947 No 9 dibentuk daerah Zelf Bestur(daerah Riau).

Berdasarkan surat Keputusan dengan Republik Indonesia , provinsi Sumatera TEngah tanggal 18 Mei 1950 No.9/ Deprt. menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan kepulauan Riau diberi status daerah Otonom tingkat II yang dikeplai oleh Bupadi sebagai kepala daerah dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut :

Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah kecamatan Bintan Selatan (termasuk kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang)

Kewedanan karimun meliputi wilayah kecamatan karimun, Kundur dan Moro

Kewedanan Lingga meliputi wilayah kecamatan Lingga, Singkept dan Senayang.

Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan Bunguran Barat dan Bunguran Timur.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No.26/K/1965 dengan mempedomani Instruksi gubernur Riau tanggal 10 Februari 1964 No. 524/A/1964 dan Instruksi No.16/V/1964 dan surat Keputusan Gubernur Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965 tanggal 15 Noopember 1965 No. UP/256/5/1965 menetapkan terhitung mulai 1 januari 1966 semua daerah Administratif kewedanan dalam kabupaten Kepulauan Riau di hapuskan.

Pada tahun 1983 sesuai dengan PP No 31 tahun 1983 telah dibentuk kota administratif Tanjungpinang yang membawahi 2 kecamatan yaitu kecamatan Tanjungpinang Barat dan kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan PP no 34 tahun 1983 telah pula dibentuk kotamadya batan. Dengan adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi menjadi bagian Kepulauan Riau.

Berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999 dan UU No 13 tahun 200 kabupaten kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten yaitu terdiri dari : Kabupaten Kepulauan Riau, kabupaten karimun dan Kabupaten Natuna.

Kemudian dengan dikeluarkannya UU No.5 Tahun 2001, kota administratif Tanjungpinang berubah menjadi kota Tanjung yang statusnya sama dengan kabuapten.

Pada akhir tahun 2003 dibentuk Kabupaten Lingga sesuai dengan UU no 31/2003, maka kabupaten Kepulauan Riau meliputi 6 kecamatan yaitu Bintan Utara, Bintan timur, teluk Bintan, Gunung Kijang, Teluk Sebong dan Tambelan. Dan berdasarkan PP NO 5 Tahun 2006 tanggal 23 Februari 2006 kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan.


Sumber :
http://www.bintankab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=59&Itemid=53

Sumber Gambar :
http://maps.google.com/

Investor Dari Tiga Negara Minati Bintan


Investor dari tiga negara, yakni Rusia, Suriah, dan Jepang, berencana membenamkan investasi di Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menyusul masuknya wilayah itu ke Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun sejak 1 April 2009.

Rencananya, investasi bernilai triliunan rupiah itu digelontorkan untuk sektor manufaktur, pariwisata, dan permukiman.

Lewat investasi ini, akan terserap ribuan tenaga kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri di atas rata-rata nasional yang hanya 4-5 persen.

Kepala Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Bintan Mardhiah mengatakan calon investor dari tiga negara itu sudah berkunjung ke Bintan dua minggu lalu untuk meninjau langsung potensi dan peluang investasi yang bisa dilakukan.

"Mereka menyatakan tertarik untuk investasi di sektor manufaktur, resor, atau industri pariwisata dan investasi membangun green city," katanya kepada Koran Jakarta, Jumat (22/5).

Pembangunan green city akan dilakukan pengusaha dari Jepang. Di kawasan itu, akan dibangun antara lain rumah sakti, pusat perbelanjaan, dan kawasan industri. Lokasinya terletak di daerah Berakit, yang memang diperuntukkan bagi kawasan ekonomi terpadu. Adapun pengusaha Rusia dan Suriah tertarik untuk berinvestasi di industri manufaktur dan resor atau industri pariwisata.

Menurut Mardhiah, pihaknya melakukan beberapa terobosan untuk menarik investor. Misalnya, membagi empat daerah yang akan dijadikan kawasan FTZ, yakni Bintan Timur sebagai pusat industri maritim seluas 812,6 hektare, kawasan industri Galang Batang (1.775,8 hektare), kawasan industri Bintan Utara (58.750,60 hektare), Pulau Anak Lobam (678,20 hektare), serta membangun Pelabuhan Seri Udana Lobam sebagai pelabuhan bebas FTZ Bintan.


Terkendala Listrik

Sampai Jumat (22/5), investor yang telah mengurus izin investasi di Bintan sebanyak 47 perusahaan. Sementara pengusaha yang telah menanamkan investasinya sebanyak 111 perusahaan untuk investor asing (PMA) dan delapan perusahaan untuk investor nasional (PMDN).

Kepala Badan Promosi dan Investasi Provinsi Kepulauan Riau Syed Muhammad Taufik mengatakan status FTZ bakal meningkatkan nilai investasi di Kepri. "Pada tahun lalu saja, nilai investasi yang di-hold oleh investor sekitar 10 miliar dollar AS. Ini diperkirakan bakal direalisasikan tahun ini," katanya. Pemprov Kepri menargetkan realisasi investasi senilai 15 miliar dollar AS selama lima tahun.

Meski demikian, masih terdapat beberapa kendala, antara lain soal infrastruktur listrik, jalan, dan pelabuhan. "Untuk itu, pemerintah provinsi mengundang swasta untuk investasi di sektor kelistrikan dengan membangun pembangkit listrik," tuturnya.

(gus/N-1)

Sumber :
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=8676
23 Mei 2009

Sumber Gambar:
http://regional.coremap.or.id/i/bintan/industri_1.jpg

Pelabuhan dan Bandara Hal Mutlak Dimiliki Karimun

Sebagai daerah kepulauan, pelabuhan menjadi fasilitas yang mutlak dimiliki Kabupaten Karimun.

Pelabuhan dianggap sebagai pembuka akses masyarakat dari dan menuju Pulau Karimun. Tidak hanya untuk pelayanan masyarakat, keberadaan pelabuhan juga mampu menimbulkan efek percepatan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu contoh, keberadaan Pelabuhan Roro di Parit Rampak Kecamatan Meral, yang secara perlahan sudah mampu mempermudah akses ke Pulau Karimun, maupun pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Hal ini dikatakan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Karimun H Chendra, Senin (11/1). Menurutnya, dampak positif sudah mulai dirasakan oleh masyarakat Karimun, pada umumnya.

“Contohnya, sekarang masyarakat Karimun sudah bisa menikmati sayuran dan buah-buahan yang masih segar, yang didatangkan dari Riau ataupun Sumbar. Truk yang membawa sayuran dan buah-buahan yang sekarang sudah bisa langsung datang ke Karimun, untuk membawa barang dagangannya,” papar Chendra.

Ditambahkannya, hal itu memang menjadi sasaran dibangunnya Pelabuhan Roro. Tidak hanya akses dari dan ke Pulau Karimun yang terbuka, kehadiran pelabuhan ini dapat menimbulkan multi efek, salah satunya pertumbuhan ekonomi.

‘’Di kawasan Pelabuhan Roro Parit Rampak Kecamatan Meral, sekarang aktifitas bongkar muat sudah mulai berjalan. Gudang seperti Bulog juga sudah diaktifkan,” papar H Chendra.

Pelabuhan Roro Parit Rampak Kecamatan Meral, Pelabuhan Malarko, dan juga Pelabuhan antar Pulau yang dibangun di Jalan Nusantara (KPK), sambung mantan Kepala Adpel Karimun, merupakan land mark Kabupaten Karimun dalam hal mempermudah akses dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya masalah keberadaan pelabuhan yang terus digesa dan sudah dilaksanakan pembangunannya, Akses perhubungan melalui jalur udara dengan menggunakan pesawat terbang, juga menjadi perhatian Pemkab Karimun. Itu terlihat dari pembangunan Bandara Sungai Bati Tebing. (hai)


Sumber :
http://www.posmetrobatam.com/index.php?
option=com_content&view=article&catid=20%3Akarimun&id=1223%3Apelabuhan-dan-bandara-hal-mutlak-dimiliki-karimun&Itemid=80
12 Januari 2010

Sumber Gambar:
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Tanjung_Balai_port,_Karimun,_Indonesia.JPG

Kabupaten Karimun


View Larger MapKabupaten Karimun adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Ibu kota Kabupaten Karimun terletak di Tanjung Balai Karimun. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 7.984 km², dengan luas daratan 1.524 km² dan luas lautan 6.460 km². Kabupaten Karimun terdiri dari 198 pulau dengan 67 diantaranya berpenghuni. Karimun memiliki jumlah penduduk sebanyak 174.784 jiwa.

Wilayah

Kabupaten Karimun dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999. Pada awal terbentuknya wilayah Kabupaten Karimun terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Karimun, Kecamatan Moro dan Kecamatan Kundur. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 16 tahun 2001, maka wilayah Kabupaten Karimun dimekarkan menjadi 8 (delapan) kecamatan, dan akhirnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004 dimekarkan lagi menjadi 9 (sembilan) kecamatan dan jumlah kelurahan sebanyak 22 kelurahan dan 32 desa, 327 RW (Rukun Warga) dan 945 RT (Rukun Tetangga).

Berdasarkan luas wilayahnya, Kabupaten Karimun merupakan Daerah kepulauan yang mempunyai luas 7.984 kilometer persegi yang terdiri dari wilayah daratan seluas 1.524 kilometer persegi dan wilayah perairan seluas 6.460 kilometer persegi. Secara astronomis terletak antara 0º35’ Lintang Utara sampai dengan 1º10’ Lintang Utara dan 103º30’ Bujur Timur sampai dengan 104º Bujur Timur, Kabupaten ini berbatasan langsung dengan :
Utara : Selat Malaka dan Singapura.
Selatan : Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir.
Barat : Kec-Rangsang, Kab-Bengkalis dan Kec-Kuala Kampar Kab-Pelalawan.
Timur : Kota Batam dan Kepulauan Riau.

Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Karimun memiliki 245 pulau dimana 3 (tiga) diantaranya merupakan pulau-pulau yang besar, yakni: Pulau Karimun, Pulau Kundur, Pulau Sugi. Laporan TPING menyebutkan bahwa dari hasil Inventarisasi 245 pulau di wilayah Kabupaten Karimun terdiri dari 73 pulau berpenghuni, 172 pulau tidak berpenghuni, 200 pulau benama, 45 pulau tidak bernama.

Topologi dan Hidrologi.

Kabupaten Karimun merupakan wilayah yang relative datar dan landai, dengan ketinggian 2-500 m diatas permukaan laut. Sebagian wilayah Kabupaten Karimun merupakan pegunungan / perbukitan dengan kemiringan 40 dan ketinggian 20-500 m diatas permukaan laut, yang terdapat diutara Pulau Karimun.

Disamping itu, pada beberapa pulau diwilayah Kabupaten Karimun terdapat rawa-rawa. Kemudian, dilihat dari keberadaan potensi wilayahnya maka wilayah laut (perairan) Kabupaten Karimun merupakan perairan yang subur karena sebagian wilayahnya berada pada Selat Malaka.

Klimatologi.

Sebagaimana daerah tropis lainnya, Kabupaten Karimun hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Temperatur udara rata-rata mencapai 27,2º, serta kelembaban udara 85%.

Musim kemarau pada umumnya terjadi di Kabupaten Karimun sepanjang bulan Februari sampai dengan bulan Juni. Sedangkan pada bulan Januari mengalami curah hujan rata-rata pertahun mencapai 238,6 mm. Kecepatan angin maksimum terjadi pada musim hujan dengan rata-rata kecepatan perhari 4 knot.


Demografi.

Pentingnya pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, jelas memiliki implasi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi. Penduduk Kabupaten Karimun per April tahun 2006 sudah mencapai 205.438 jiwa, terdiri dari 105.484 jiwa laki-laki dan perempuan cendrung stabil selama 3 tahun terakhir, yaitu berkisar 51% dan 49%.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karimun
http://www.kab-karimun.go.id/kategori.php?kategori=233

Sumber Gambar :

http://maps.google.com/

Sejarah Singkat Karimun


Pulau Karimun dewasa ini cukup menjadi perhatian oleh berbagai pihak.Pulau ini selain merupakan tumpuan harapan para pencari kerja juga mendapat perhatian dari para pengusaha maupun pelancong yang datang di daerah ini. Pulau ini tampak megah dan indah dengan pegunungan maupun perbukitan yang memiliki kandungan hasil bumi yang melimpah ruah. Untuk mengenal lebih jauh mengenai Pulau Karimun, alangkah baiknya apabila melihat asal-usul Pulau Karimun yang sekarang sudah menjadi kabupaten tersendiri.

Pulau Karimun pada masa lalu yaitu pada masa Kerajaan Riau-Lingga yang berpusat di Pulau Penyengat merupakan sebuah wilayah dengan pusat pemerintahan di Meral. Dengan demikian, bukan yang tampak seperti sekarang ini dimana pusat pemerintahan berada di Tanjung Balai. Keadaan ini merupakan perubahan struktur pemerintahan seiring dengan proses sejarah yang berhubungan dengan kerajaan Riau-Lingga tersebut.

Pada tahun 1511 Kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis. Saat itu Sultan Mansyur Syah yang memerintah pada masa tersebut memberi larangan zuriat yaitu keturunan Raja-raja Malaka tinggal di Malaka. Hal itu dilakukan demi menjaga kelangsungan kehidupan keturunannya. Pada masa itu, menurut perkiraan Sultan Malaka apabila Malaka tetap melawan Portugis maka keturunan mereka akan musnah. Mengingat orang-orang Portugis selain memiliki pengaruh yang kuat juga mempunyai peralatan senjata yang lengkap. Oleh karena suasana yang tidak memungkinkan untuk kembali memerintah seperti semula, akhirnya Sultan Mansur Syah mengajurkan untuk mencari tempat yang bari yaitu mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di tempat lain.

Oleh karena itu, tak lama kemudian munculah kerajaan-kerajaan seperti ; Kerajaan Indrasakti yang berkedudukan di Pulau Penyengat, kerajaan Indraloka yang berkedudukan di Tumasek, Kerajaan Indrapura yang berkedudukan di Siak, Kerajaan Indragiri yang berkedudukan di Rengat dan Kerajaan Indrapuri yang berkedudukan di Langkat. Kelima kerajaan ini merupakan pecahan dari kerajaan Malaka.

Sementara itu, rakyat dari kerajaan Malaka berpencar dan diantaranya tinggal di Pulau- pulau yang berada di Kepulauan Riau termasuk salah satunya adalah Pulau Karimun. Sejak Malaka diduduki Portugis di daerah ini terutama Selat Malaka merupakan tempat pelayaran kapal-kapal dari luar negeri yang berdagang ke Asia Timur. Kapal-kapal dari luar negeri yang berdagang ke Asia Timur. Kapal-kapal yang melewati pulau ini tidaklah selalu aman karena sering terjadi perompakan ditengah laut yang dilakukan oleh para lanon yang berkeliaran di daerah ini. Para lanon tersebut berasal dari orang-orang yang tinggal menetap di pulau-pulau sekitar Kepulauan Riau diantaranya Pulau Karimun. Diantara sekian banyak lanon, ada yang bernama pameral merupakan kepala perampok kelas satu yang tinggal di sekitar pulau karimun. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa pada masa lalu Pulau Karimun merupakan basis perompak atau bajak laut.

Raja Kerajaan Riau- Lingga yang memerintah di Pulau Penyengat sering mendapat laporan dari keamanan lautnya bahwa diperairan laut mereka sering terjadi perompakan diatas kapal-kapal yang melintas daerah ini. Oleh sebab itu kapal-kapal yang berlayar melalui Selat Melaka tidak berani berlayar malam. Mendengar kabar yang demikian, maka Raja Menjadi bimbang atas perairan di wilayah, untuk itu diadakan pengintaian terhadap aksi-aksi perampok itu dan dima kedudukan mereka.

Selanjutnya, Sultan mendapat Informasi yang menyatakan bahwa perampok-perampok itu berkedudukan di Pulau Karimun dan biangkeroknya bernama pameral. Oleh Sultan diadakan perundingan dikala Pembesar Kerajaan. Dalam musyawarah tersebut, salah seorang menteri mengusulkan untuk menangkap ketua perampok itu. Pameral pun di tangkap dan dibawa ke Pulau Penyengat. Selanjutnya, ia dimasukan dalam penjara.

Beberapa setelah Pameral ditanggkap, keadaan tidaklah menjadi aman sebagaimana diharapkan. Bahkan, frekuensi perompakan mennjadi lebih tinggi. Akhirnya para pembesar Kerajaan mengadakan perundingan kembali atas masalah yang sama. Dalam perundingan kali ini, Datok Bendahara menyarankan pameral dijatuhi hukuman pancong. Ia akan dibebaskan tetapi dengan syarat harus mengamankan para perampok yang berkeliaran di laut.

Setelah munsyawarah tersebut, pameral dipanggil untuk mengadap Sultan dan Sultan berkata Kepada pameral “ya pameral kalau kau bisa mengamanakan perampok-perampok di sekitar laut malake dose engkau akan diampunka, engkau tidak jadi dihukum bunoh.mendapatkan syarta yang demikian bukan main senang bagi pameral. Selepas raja berkata, ia pun mengangkat tangan menjunjung di bawah duli ia berkata: ampon patek tuanku, kalau memang syaratnye patek siap mengamankan perompak. Maka pameral kembali ke daerah karimun.dengan diiringin hulu baling kerajaan dan langsung mengamankan daerah ini dari bajak laut. Tak lama kemudian wilayah selat malaka menjadi aman begitu juga temoat tinggalnya.

Atas jasa-jasa tersebut pameral diangkat oleh raja menjadi batin pertama di daerah itu. Rajapun berkenan memberi tanah pada pameral sehingga berkembang sampai keanak cucunya. Tak lama kemudian raja abdul rahman yang berkedudukan di pulau penyengat mengangkat walik raja yaitu raja abdullah menjadi amir pertama di daerah ini.daerah tersebut dikenal daerah meral.

Begitulah ceritanya yang diperoleh menjadi awal mula pertama pulau karimun menjadi daerah pemukiman penduduk yang dilatar belakangi peristiwa sejarah dimasa lampau. Adapun beberapa asal usul daerah karimun yang dapat diangkat dalam tulisan ini adalah pulau karimun itu sendiri, tanjung balai dan pulau buru. Nama beberapa daerah yang diangkat dalam tulisan ini merupakan daerah yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan yang disebut daerah pemekaran.


Sumber :
http://www.kab-karimun.go.id/kategori.php?kategori=238

Sumber Gambar:
http://www.kab-karimun.go.id/kategori.php?kategori=215