Sabtu, 05 Februari 2011

Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Segera Berstatus Negeri


Universitas Maritm Raja Ali Haji (Umrah) Provinsi Kepulauan Riau segera berstatus negeri. Upaya ini atas usul pihak yayasan dengan dukungan dari pemerintah daerah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Ditjen Dikti Kemdiknas) mendampingi proses perubahan status dengan mempertimbangkan kesiapan operasional, kelengkapan sarana dan prasarana, sumber daya manusia (SDM), dan program studi yang ditawarkan.

"Lahan sudah memadai, bangunan-bangunan awal sudah ada, dan jalur akademik sudah dianalisa dan memadai," kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal usai menyaksikan penandatanganan naskah serah terima aset berupa tanah kampus Umrah dan SDM antara Gubernur Kepulauan Riau H. Muhammad Sani dengan Direktur Jenderal Dikti Kemdiknas Djoko Santoso di Kemdiknas.

Fasli menyampaikan, proses selanjutnya untuk mendapatkan status negeri yaitu mendapatkan persetujuan penerimaan aset bersih, yang sudah bersertifikat oleh Kementerian Keuangan. Selain itu, persetujuan dari kelembagaan PTN baru dengan SDM yang nanti akan ditransformasikan bagi yang memenuhi syarat menjadi pegawai negeri sipil oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta dari Badan Kepegawaian Negara.

Djoko menyampaikan, angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan tinggi hampir mencapai 18,5 persen. Dia menyebutkan, kenaikan satu persen APK setara dengan 213 ribu kursi baru mahasiswa. Ditargetkan, pada 2014 mencapai 25%."Oleh karena itu, yang harus kita lakukan adalah membuat universitas dengan mutu yang baik," katanya.

Djoko mengatakan, saat ini Provinsi Kepulauan Riau belum memiliki universitas negeri. Dia berharap, dalam waktu tidak terlalu lama segera memiliki universitas negeri. "Dengan penyerahan aset ini, Kementerian menunjukkan dukungan agar semuanya bisa berjalan dengan baik," katanya.
Sani menyebutkan, saat ini UMRAH memiliki sebanyak 4.596 mahasiswa pada sembilan program studi, yang dibimbing oleh 147 dosen. Dia menyebutkan, pembangunan kompleks kampus sampai saat ini mencapai 80 persen. "Dengan total dana 50 milyar diharapkan pada 2011 ini sudah selesai. Kalau tahun ini sudah menjadi negeri, tahun ini (Umrah) juga sudah memiliki kampus,” katanya.


Sumber :
http://www.dikti.go.id/

Kamis, 18 Februari 2010

Kepulauan Riau

Batam
Tanjung Balai Karimun
Tanjung Pinang


Kepulauan Riau merupakan salah satu propinsi di Pulau Sumatera dari pemekaran Propinsi Riau. Secara keseluruhan Kepulauan Riau meliputi 4 Kabupaten dan 2 Kota, serta 47 Kecamatan dengan 2.408 pulau besar dan kecil dan 30 persen diantaranya belum berpenghuni. Luas wilayahnya 252.601 Km2, berpenduduk 1.273.011 orang, dan 95 persen wilayahnya berupa lautan.

Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) sejak tahun 2006 secara ekonomi dan pemerintahan mandiri, tidak ada campur tangan dari Propinsi Riau yang menjadi induk sebelum terbentuk. Selama tahun 2006, perekonomian tumbuh 6,78 persen, berarti meningkat dibanding tahun 2005 yang hanya 6,57 persen.

Sementara, kondisi ekonomi tahun 2007 mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonominya mencapai 12,09 persen, jauh melebihi pertumbuhan ekonomi sebelumnya yang hanya 6,78 persen. Membaiknya indikator ekonomi regional dihasilkan dari pergerakan Indeks Harga Konsumen stabil, terbukanya kesempatan kerja, penurunan tingkat kemiskinan, dan realisasi investasi asing dan domestik di wilayah Kepri.

Selain itu, optimisme investor terhadap penetapan pulau Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) ditandai dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) bulan Agustus 2007 antara 22 perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan kepala daerah BBK. Dari 22 PMA itu, total investasi yang mengalir ke BBK mencapai 1,9 US$ miliar atau lebih dari Rp 17,5 triliun, dengan jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 50.566 orang.

Secara sektoral, pertumbuhan besar diperkirakan terjadi pada sektor pertanian khususnya sub-sektor perikanan dan perkebunan, sektor industri pengolahan, bangunan dan jasa-jasa. Sub-sektor komunikasi, hotel dan restoran ikut meningkat dari pergerakan positif sektor dominan itu. Dari sisi permintaan, pertumbuhan diperkirakan didorong oleh realisasi investasi dan meningkatnya konsumsi swasta. Meski mengalami tekanan akibat kenaikan harga minyak dunia hingga Juli 2008, optimisme momentum FTZ dan perkembangan positif kondisi ekonomi regional diharapkan mampu menahan laju inflasi sehingga inflasi tahun 2008 diperkirakan stabil.

Melihat PDRB yang ada, sektor ekonomi yang dominan adalah sektor Industri pengolahan, Perdagangan, dan Pertanian. Hasil pertanian yang menonjol adalah subsektor perikanan laut dan budidaya yang mencapai 216.574, 25 ton dengan nilai lebih dari Rp 97,31 milyar, terdiri dari hasil budidaya ikan laut Rp 91,79 milyar, ikan air tawar Rp 4.71 milyar, dan ikan air payau 733,35 juta. Daerah potensial untuk budidaya dan tangkapan ikan laut adalah pulau Karimun, Natuna dan Batam.

Sementara ekspor Kepri tahun 2006 mencapai US$ 6.073.097.295 dengan jumlah komoditas sekitar 23.557.879 ton, meliputi Logam tidak mulia 35,55 persen, barang elektronik 33,56 persen, dan hasil industri lain mencapai sekitar 21,89 persen. Dilihat dari pelabuan bongkar muat di Kepri, Kota Batam dengan tujuh pelabuhan mampu mengekspor barang US$ 5.243.041.658 dengan volume sebesar 1.458.172.966 ton atau 86,33 persen. Kemudian Kabupaten Bintan dengan dua pelabuhan mampu mengekspor barang senilai US$ 570.786.312 dengan volume 6.138.093.357 ton atau 9,40 persen. Dari Kabupaten Bintan dan Kota Batam ini, sektor Perdagangan dan Sektor Industri menjadi daerah andalan bagi Propinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Hasil pertanian di Kepri antara lain berupa tanaman padi 375,40 ton, jagung 714,04 ton, ubi kayu 5.984,7 ton, dan sayuran terutama sawi, kacang panjang, bayam, kangkung, dan ketimun yang rata-rata mencapai lebih Dari 4.000 ton. Hasil buah-buahan terutama nanas, durian, pisang dan rambutan yang rata-rata mencapai lebih dari 5.000 ton. Semua hasil tanaman pangan itu, merata di enam kabupaten-kota di Kepri seperti Karimun, Bintan, Natuna, Lingga, Batam, dan Tanjungpinang.

Sementara hasil perkebunan yang menonjol adalah karet mencapai 24.047 ton, kelapa 5.763 ton terkonsentrasi di Natuna dan Lingga. Sedangkan populasi ternak yang menonjol adalah Sapi 7.204 ekor, Kambing 20.238 ekor, Babi 6.595 ekor, Ayam Kampung 479.736 ekor, Ayam Petelur 431.911 ekor, dan Ayam Pedaging 6.284.676 ekor. Semua itu terkonsentrasi di Kabupaten Bintan, Karimun, Natuna, Tanjungpinang, dan Kota Batam.

Sedangkan aktivitas sektor industri pengolahan paling dominan adalah industri barang elektronik, barang logam, industri kimia, minyak, batu bara, bouksit dan industri tekstil (kain tenun). Total jumlah industri di Propinsi Kepri berjumlah 4.744 unit industri yang terpusat di Kota Batam dan Kabupaten Karimun.

Selain itu, meningkatnya aktivitas perdagangan dan pariwisata menyambut berlakunya kawasan free Trade Zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun, serta ditetapkannya Batam sebagai kota Meetings, Incentive, Convention & Exhebition (MICE) membuat daerah ini semakin marak dan berkembang. Pertumbuhan sektor jasa-jasa sebagian besar dihasilkan dari penerimaan pemerintah daerah, terkait retribusi yang meningkat secara signifikan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran meningkat 18,10 persen, dihasilkan dari sub sektor perdagangan besar. Aktivitas itu memberi kontribusi yang signifikan terhadap sektor angkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 15,32 persen.

Meningkatnya aktivitas perekonomian menjelang Free Trade Zone yang didukung stabilitas politik dan keamanan memberi peluang besar terhadap bangkitnya investasi asing dan domestik di Kepri, terutama industri properti dan galangan kapal. Pertumbuhan industri itu ikut menstimulus pertumbuhan perdagangan.

Sementara pengembangan pariwisata yang spesifik dan prospektif dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Kepulauan Riau memiliki peluang besar dalam pariwisata, baik untuk wisatawan domestik maupun manca negara, seperti dari Singapura, Malysia, Thaliand, China, Jepang, Amerika Serikat dan dari Timur Tengah. Jumlah kunjungan wisatawan manca negara yang melalui pintu Kota Batam mencapai lebih dari 1,5 juta orang setahun, termasuk wisata bahari.

Dengan melihat peta ekonomi di atas, untuk klaster daerah ini perdagangan industri dan perikanan laut harus dikembangkan lebih optimal ke depan. Selain itu, wisata bahari juga memiliki prospek baik, jika dikelola secara profensional dengan meningkatkan prasarana kebutuhan wisata, seperti hotel dan restoran hingga menarik wisatawan wisatawan manca negara. Semua itu akan dapat menambah pendapatan daerah.


Nama Daerah :     Kepulauan Riau
Ibu Kota :     Tanjung Pinang
Status :    Provinsi
Luas :     251.810 km2
Jumlah Kabupaten :    4 Kabupaten 
Jumlah Kota :    2 Kota 
Jumlah Kecamatan :    43 Kecamatan
Penduduk Laki-Laki :   636.078 jiwa
Penduduk Perempuan :   636.933 jiwa
Jumlah Penduduk :   1.273.011 jiwa


Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/propinsi/prop/Kepulauan+Riau

Sumber Gambar:
http://batamcyber.files.wordpress.com/2009/05/sky-view-nagoya-batam1.jpg
http://afadillah.files.wordpress.com/2007/06/p8130011.jpg

Profil Kepulauan Riau


Provinsi Kepulauan Riau memiliki letak geografis yang sangat strategis karena berada pada pintu masuk Selat Malaka dari sebelah Timur juga berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik yakni Singapura. Disamping itu Provinsi ini juga berbatasan langsung dengan Malaysia. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam, Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kabupaten dan 2 kota dengan Tanjung Pinang sebagai ibukota provinsi.

Kepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh, perkebunan kelapa, perkebunan karet, perkebunan lada, perkebunan sagu, dan perkebunan gambir.

Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.

Provinsi Kepulauan Riau memiliki letak geografis yang sangat strategis karena berada pada pintu masuk Selat Malaka dari sebelah Timur juga berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik yakni Singapura. Disamping itu Provinsi ini juga berbatasan langsung dengan Malaysia. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam, Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kabupaten dan 2 kota dengan Tanjung Pinang sebagai ibukota provinsi.

Kepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh, perkebunan kelapa, perkebunan karet, perkebunan lada, perkebunan sagu, dan perkebunan gambir.

Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.

Perikanan tangkap, termasuk pengembangan budidaya perikanan yang meliputi usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok di provinsi ini. Di Kabupaten Bintan, Karimun dan Natuna terdapat budidaya ikan yang bernilai ekonomis seperti ikan kerapu, napoleon dan kakap. Potensi budidaya ikan air tawar dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna.

Wilayah Kepulauan Riau memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena sebagian dan kabupaten memiliki potensi hasil tambang seperti bauksit dan timah, sementara di bawah laut terdapat minyak dan gas. Cadangan minyak bumi mencapai 298,81 million meter barrel oil (MMBO), sementara cadangan gas alam sebanyak 55,3 triliun square cubic feet (TSCF) terdapat di Kabupaten Natuna. Timah dengan jumlah cadangan, mencapai 11.360.500 m3 terdapat di Pulau Karimun. Bauksit dengan total cadangan 15.880,000 ton terdapat di Pulau Bintan dan Tanjong Pinang. Granit dengan total cadangan mencapai 858.384.000 m3 terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Bintan. Sementara pasir darat dengan total cadangan mencapai 39.826.400 ton terdapat di Putau Karimun dan Pulau Bintan.

Industri manufaktur yang berskala kecil sampai sedang dan industri besar, terutama industri perkapalan, agroindustri dan perikanan. Saat ini industri yang paling banyak di Kepulauan Riau adalah industri elektronik seperti PCB, komponen komputer, peralatan audio dan video dan bagian otomotif. Industri ringan lainnya seperti industri barang-barang, garmen, mainan anak anak, peralatan rumah tangga. Industri lainnya fabrikasi baja, penguliran pipa, peralatan eksplorasi minyak, pra-fabrikasi minyak, jacket lepas pantai dan alat berat terdapat di Bintan, Batam dan Karimun.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata mancanegara kedua setelah Pulau Bali. Objek wisata di Provinsi Kepulauan Riau antara lain wisata pantai yang terletak di berbagai Kabupaten dan Kota. Pantai Melur dan Pantai Nongsa di Kota Batam, Pantai Belawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di Kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling. Selain wisata pantai dan bahari, Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau penyengat sebagai pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat mesjid bersejarah dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.

Sebagai tujuan investasi, provinsi ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang diantaranya kawasan industri Batamindo Industrial Park, Bintang Industrial Park, Hijrah Industrial Estate yang terletak di Batam, Kep. Riau, Bandar Udara Sel Bati Karimun, Bandar Udara Dabo Singkep, Bandar Udara Matak dan Bandara Udara Kijang (Raja Haji Fisabillah) serta memiliki Pelabuhan Sri Bintan Pura Luar Negeri, Pelabuhan Sri Payung Batu 6, Pelabuhan Ferry Internasional Sekupang , Pelabuhan Internasional Harbour Bay, Pelabuhan Sri Bintan Pura Dalam Negeri dan Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center.

Sumber :

http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=21


Sumberdaya Alam Provinsi Kepulauan Riau


View Larger MapKepulauan Riau memiliki berbagai macam daya alam meliputi: bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Pemerintah Kepulauan Riau terus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Peranan sektor pertanian merupakan sektor kontribusi 5,32% terhadap PDRB 2005, Sektor tersebut belum berkembang maksimal karena luas lahan lebih kecil dibandingkan luas perairan. Di luar itu, tanah merah di kepulauan ini pun hanya bisa ditanamin jenis tanaman tertentu yang memerlukan penelitian dan pengembangan khusus untuk meningkatkan produksinya.

Luas lahan sawah di provinsi ini pada 2005 mencapai 1.792 ha sedangkan lahan bukan sawah terdiri atas lahan kering dan lahan lainnya mencapai 694.924 ha dan 74.607 ha, Luas lahan hortikultura mencapai 42.728 ha. Lahan sawah irigasi teknis mencapai 130 ha, lahan sawah irigasi sederhana mencapai 104 ha, sementara lahan sawah dengan irigasi desa mencapai luas 309 ha dan lahan sawah tadah hujan seluas 1.249 ha. Luas lahan panen seluruh kabupaten di Kepulauan Riau mencapai 94 ha clan dapat memproduksi padi sebanyak 249 ton dengan rata-rata produksi 5,20 ton/ha.

Hasil palawija adalah jagung dengan luas lahan panen 585 ha clan produksi 1.267 ton; ubi kayu dengan luas lahan panen 708 ha dan produksi 4,927 ton; ubi jalar 1.159 ton; dan kacang tanah dengan lahan panen 124 ha dan produksi 179 ton.

Produksi sayur-mayur hasil produksi 723 ton, kacang panjang dengan hasil produksi 1.295 ton, bayam dengan hasil produksi 26.715 ton dan kangkung dengan hasil produksi 842 ton.

Dari sektor perkebunan, komoditas yang, berpotensi di provinsi kepulauan Riau adalah cengkeh dengan luas lahan 14.716 ha perkebunan kelapa seluas 39.491 ha, perkebunan karet seluas 34.891 ha, perkebunan lada seluas 449 ha, perkebunan sagu seluas 3.949 ha, dan perkebunan gambir seluas 996 ha.

Sektor peternakan dibedakan menjadi tiga jenis kelompok, masing-masing ternak berternak lele dan unggas. Pada kelompok ternak, kambing adalah ternak dengan populasi terbanyak hingga 18.166 ekor, diikuti 9.976 ekor sapi dan 422.655 ekor babi. Populasi unggas terdiri atas 585.226 ekor ayam buras, 347.800 ekor ayam petelur, 452.510 ekor ayam pedaging 21.634 ekor itik 26.270 ekor puyuh.

Selain perikanan tangkap, pengembangan budidaya perikanan yang meliputi usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok di provinsi ini. Di Kabupaten Bintan, Karimun dan Natuna terdapat budidaya ikan yang bernilai ekonomis seperti ikan kerapu, napoleon dan kakap. Potensi budidaya ikan air tawar dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna. Pada 2006, Total produksi perikanan tangkap mencapai 217.094,91 ton dan produksi ikan budidaya 3.475,70 ton.

Wilayah Kepulauan Riau memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena sebagian dan kabupaten memiliki potensi hasil tambang seperti bauksit dan timah, sementara di bawah laut terdapat minyak dan gas. Cadangan minyak bumi mencapai 298,81 million meter barrel oil (MMBO), sementara cadangan gas alam sebanyak 55,3 triliun square cubic feet (TSCF) terdapat di Kabupaten Natuna. Timah dengan jumlah cadangan, mencapai 11.360.500 m3 terdapat di Pulau Karimun. Bauksit dengan total cadangan 15.880,000 ton terdapat di Pulau Bintan dan Tanjong Pinang. Granit dengan total cadangan mencapai 858.384.000 m3 terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Bintan. Sementara pasir darat dengan total cadangan mencapai 39.826.400 ton terdapat di Putau Karimun dan Pulau Bintan.

Sumber:
Indonesia Tanah Airku (2007), dalam :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3528&Itemid=1952

Sumber Gambar:
http://maps.google.com/

Selasa, 16 Februari 2010

Kota Tanjung Pinang


Keadaan Alam

Kota Tanjungpinang memiliki karakteristik geografis dataran rendah, kawasan rawa dan hutan bakau. Hampir tidak terdapat perbukitan sehingga upaya pengembangan kota untuk pemukiman penduduk dan lainnya menjadi sangat mudah.

Jenis tanah tergolong kurang baik untuk pertanian dan perkebunan karena merupakan tanah psedolik kuningmerah. Curah hujan rata-rata 636-3050 mm per tahun, karena merupakan bagian dari daerah iklim tropika basahyang berubah setiap setengah tahun.


Iklim di Tanjungpinang

Suhu berkisar antara rata-rata 21-30 derajat cecius dengan kelembapan rata-rata 61%-91% dan tekanan udara minimal 1000,5 MBS dan maksimal 1014,7 MBS. Memiliki dua musim yaitu musim hujan sekitar bulan akhir Oktober sampai awal Juni. Musim kemarau berlangsung antara bulan Juli sampai Agustus.


Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan dengan posisi berada pada 51° sampai dengan 59° lintang Utara dan 104,23° sampai dengan 104,34° bujur Timur dengan luas wilayah 239,50 km2. Batas-batas wilayah Kota Tanjungpinang adalah sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Kepulauan Riau dan Kota Batam
Selatan : Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Kepulauan Riau
Barat : Kecamatan Galang, Kota Batam
Timur : Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Kepulauan Riau


Kependudukan

Dari sisi kependudukan kenaikan jumlah penduduk dengan rata-rata pertambahan 3,69% menjadi 146.603 jiwa dari 137.356 jiwa pada tahun 2000. Faktor pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh migrasi yang terjadi setiap bulannya karena banyaknya orang dari daerah luar yang datang dan menetap di daerah ini. Penyebaran penduduk kota Tanjugpinang kurang begitu merata. Untuk tahun 2001 dengan jumlah penduduk 146.603 jiwa, tingkat kepadatan per km2 sekitar 612 jiwa.


Sosial Budaya

Penduduk Tanjungpinang pada abad XVIII, semakin bertambah ramai terutama etnis Cina dan India. Disebabkan adanya perjanjian antar Sultan Riau dan Belanda melalui kontrak politik tahun 1857 yang menyatakan bahwa golongan etnis Cina dan India disamakan dengan golongan Eropa. Etnis Cina kebanyakan menjadi pedagang, sedangkan etnis India selain pedagang juga merupakan kelompok yang mengembangkan agama Islam. Akulturasi yang terjadi dengan masuknya agama Budha, Hindu dan Islam telah memberi corak dan warna tersendiri pada budaya melayu serta memperkaya adat istiadat dan budaya penduduk. Pengaruh Islam sangat terasa kental pada adat istiadat penduduk.


Sumber :
http://www.visittanjungpinang.com/ina/geografis-home.php

Sumber Gambar :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/bf/Kota_Tanjung_Pinang_Peta.gif
http://frank.itlab.us/photo_essays/small/jun_10_5344_tanjung_pinang_ferry_terminal.jpg

Sejarah Singkat Kota Tanjung Pinang

Tanjungpinang telah dikenal sejak lama. Hal ini disebabkan posisinya yang strategis di Pulau Bintan sebagai pusat kebudayaan Melayu dan lalu lintas perdagangan. Sejarah Tanjungpinang tidak terlepas dari Kerajaan Melayu Johor-Riau.

Nama Tanjungpinang, diambil dari posisinya yang menjorok ke laut yang banyak ditumbuhi sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung tersebut yang merupakan petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke Sungai Bintan. Tanjungpinang merupakan pintu masuk ke Sungai Bintan, dimana terdapat kerajaan Bentan yang berpusat di Bukit Batu.

Keberadaan Tanjungpinang semakin dikenal pada masa Kerajaan Johor pada masa Sultan Abdul Jalil Syah yang memerintahkan Laksemana Tun Abdul Jamil untuk membuka suatu Bandar perdagangan yang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di Sungai Carang, Hulu Sungai Riau. Bandar yang baru tersebut menjadi Bandar yang ramai yang kemudian dikenal dengan Bandar Riau. Peranan Tanjungpinang sangat penting sebagai kawasan penyangga dan pintu masuk Bandar Riau.

Kepiawaian pemerintah pada masa itu menjadikan Bandar Riau merupakan bandar perdagangan yang besar dan bahkan menyaingi bandar Malaka yang masa itu telah di kuasai Portugis dan akhirnya jatuh ke tangan Belanda.

Dalam beberapa riwayat di kisahkan para pedagang yang semulanya ingin berdagang di Malaka kemudian berbelok arah ke Riau, dan bahkan orang-orang Malaka Membeli Beras dan kain di Riau. Hal ini disebabkan bandar Riau merupakan kawasan yang aman dengan harga yang relatif bersaing dengan bandar Malaka.

Selain sebagai pusat perdagangan, Bandar Riau dikenal sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Johor - Riau. Beberapa kali pusat pemerintahan berpindah - pindah dari Johor ke Riau maupun sebaliknya.

Keberadaan Tanjungpinang semakin diperhitungkan pada peristiwa Perang Riau pada tahun 1782-1784 antara Kerajaan Riau dengan Belanda, pada masa Pemerintahan Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah. Peperangan selama 2 tahun ini mencapai puncaknya pada taggal 6 Januari 1784 dengan kemenangan pada pihak kerajaan Melayu Riau yang ditandai dengan hancurnya kapal komando Belanda "Malaka's Wal Faren". Dan mendesak Belanda untuk mundur dari perairan Riau. Bersempena peristiwa tersebut 6 Januari diabadikan sebagai hari jadi Tanjungpinang.

Selang beberapa bulan dari peristiwa tersebut, Raja Haji dan Pasukan Melayu Riau menyerang Malaka sebagai basis Pertahanan Belanda di Selat Malaka. Tetapi dalam peperangan di Malaka tersebut Pasukan Riau mengalami kekalahan dan Raja Haji sebagai komando perang Wafat. Atas perjuangan beliau, Raja Haji kemudian dikenal sebagai Pahlawan Nasional.

Dibawah kekuasaan bangsa bugis Riau berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan internasional. Riau tidak hanya menarik pedagang dari tanah bugis tetapi juga Inggris, Cina, Belanda, Arab dan India.

Disisi lain perkembangan kekuatan Politik dan Militer Riau menimbulkan kebimbangan Belanda yang menduduki Malaka saat itu. Dalam tahun 1784, sebuah armada Belanda dengan kekuatan 13 kapal, 1594 prajurit, mengepung dan menyerang Riau(sekarang kawasan Tanjungpinang). Pada 6 Januari 1784 belanda berhasil di paksa mundur ke Malaka berkat bantuan Selangor dan berhasil mengepung Melaka.

Sesudah itu pada 1 Juni 1874 sebuah armada pertempuran dari batavia yang berkekuatan 6 kapal, 326 meriam dan 2130 prajuritnya berhasil memecahkan blokade Bugis atas Malaka. Pertempuran ini telah menewaskan pimpinan tertinggi Bangsa Bugis yaitu Raja Haji yang telah berhasil mengumpulkan kekuatan diantara bangsa Bugis sendiri dan Melayu dalam usahanya mengusir Belanda atas pendudukan Malaka.

Tanjungpinang juga dikenal sebagai Keresidenan Belanda dengan residen pertamanya David Ruhde. Penempatan keresidenan Belanda ini terkait atas penguasaan Wilayah Riau yang sempat mengalami kekalahan pada peperangan di Malaka. Untuk kemudian Belanda membangun Tanjungpinang sebagai Pangkalan Militer.

Kemunduran kerajaan Melayu Riau semakin jelas sejak adanya Traktat London 1828 yang merupakan perjanjian tentang pembagian kekuasaan di Perairan Selat Malaka, dimana wilayah Riau-Lingga dibawah kekuasaan Belanda, Johor-Pahang dan sebagian wilayah semenanjung dikuasai olah Inggris. Melalui peristiwa ini pulalah yang memisahkan keutuhan kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, dan kemudian Kerajaan ini dikenal dengan sebutan Riau-Lingga. Dan Singapura yang kala itu dibawah kerajaan Riau ditukar ganti dengan Bengkulu yang kala itu dibawah kerajaan Inggris.

Sejak Belanda menguasai wilayah Kerajaan Riau dan campur tangannya dalam Kerajaan, membuat kerajaan Riau mengalami kemunduran, hingga puncaknya terjadi pada saat pemecatan Sultan Riau oleh Belanda pada tahun 1912. Sultan kala itu tidak mau menandatangani Surat pemberhentian tersebut dan lebih memilih untuk pindah ke Singapura. Dan sejak saat itu berakhirlah Kesultanan Riau-Lingga dengan dihapuskannya wilayah Riau-Lingga dari peta Keresidenan Belanda. Dan Keberadaan Tanjungpinang tetap menjadi daerah pusat keresidenan Belanda.

Keberadaan Belanda sempat digantikan Jepang dan Tanjungpinang pada waktu itu dijadikan Pusat Pemerintahan Jepang di wilayah Kepulauan Riau. Dan kemudian kembali lagi dipegang Oleh Belanda.

Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mengakhiri pendudukan belanda atas wilayah Kepulauan Riau. Tahun 1950, Belanda menyerahkan wilayah Kepulauan Riau Kepada pemerintah Indonesia.

Tanjungpinang juga menjadi ibu kota Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 58 1948.Tahun 1957 berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1957 dibentuklah Propinsi Riau dengan ibukotanya Tanjungpinang, namun tahun 1960 ibukota dipindahkan ke Pekanbaru.

Setelah lama menjadi ibukota Kabupaten Kepulauan Riau, kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Administratif.

Dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2001 Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Otonom. Dan saat ini Tanjungpinang menjadi Ibukota Provinsi Kepulauan Riau.


Sumber :
http://www.visittanjungpinang.com/ina/sejahahkota-home.php

Pemkot Tanjung Pinang Buka Kawasan Wisata Mangrove

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau membuka objek wisata hutan mangrove mengitari kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga.

"Selain untuk melestarikan hutan mangrove, juga untuk mengingatkan kembali memori kolektif sejarah masa lampau yang ada di kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang Abdul Kadir Ibrahim di sela-sela peresmian objek wisata tersebut, Kamis (21/1).

Kawasan hutan mangrove yang berada di Hulu Sungai Carang, Kota Tanjungpinang tersebut, mengelilingi peninggalan sejarah yang dibangun pada masa Sultan ke-VIII kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, Sultan Abdul Jalil Syah III (1623-1677) untuk menjadi pusat kerajaan yang secara resmi dipindahkan dari Johor pada masa Sultan Ibrahim Syah pada tahun 1677 sampai tahun 1685.

"Wisatawan nantinya tidak hanya menikmati keindahan hutan mangrove yang ada, namun juga bisa mempelajari kembali peninggalan sejarah Melayu pada masa lampau," ujarnya yang biasa dipanggil Akib.

Akib mengatakan pengembangan wisata hutan mangrove ini merupakan salah satu bentuk promosi pariwisata Kota Tanjungpinang, di mana wisatawan bisa menikmati keindahan alam sekaligus mengetahui sejarah masa lalu. "Pengunjung bisa mengelilingi hutan mangrove dari "mangrove walk" yang sudah disediakan dan mempelajari sejarah di Hulu Sungai carang yang sekarang dikenal dengan Kota Rebah," ujarnya.

Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan menyambut baik upaya-upaya yang dimulai untuk membangkitkan kawasan yang disebut berbagai kalangan dengan Kota Raja, atau ada yang menyebut Kota Lama dan terakhir disebut Kota Rebah.

"Upaya pengelolaan kawasan ini, akan memberikan alternatif lain tempat wisata Kota Tanjungpinang yang tidak saja berupa kawasan pantai, pusat kota dan kawasan belanja yang selama ini dikenal," ujar Suryatati. (Ant/OL-06)


Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/22/118507/126/101/Pemkot-Tanjungpinang-Buka-Kawasan-Wisata-Mangrove, dalam :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=11664&Itemid=832